REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Menteri Pertanian, Bungaran Saragih memperkirakan petani swadaya yang mengelola perkebunan kelapa sawit di Indonesia akan tumbuh menjadi 70 persen. Pertumbuhan ini diprediksi terjadi dalam waktu dua puluh tahun mendatang.
Saat ini jumlah petani swadaya di Indonesia baru mencapai 44 persen. "Small-holders akan menjadi dominan," ujarnya Senin (6/5).
Petani swadaya yang dimaksud ialah mereka yang tidak terikat dengan perusahaan tertentu dalam mengelola kebun sawit. Asosiasi nirlaba Roundtable On Sustainable Palm Oil (RSPO) berniat membantu mengembangkan potensi petani rakyat dalam menggarap kebun sawit.
Sebanyak 10 persen pendapatan dari pembuatan sertifikat minyak sawit berkelanjutan dialokasikan untuk kegiatan tersebut. Tahun lalu, RSPO mencatat pemasukan sebesar 5,7 juta ringgit Malaysia. "Dana ini untuk membantu small-holders di seluruh dunia," ujar Direktur RSPI Indonesia, Desi Kusumadewi, Senin (6/5).
Sebagai negara dengan petani sawit swadaya terbanyak, Desi berharap Indonesia mendapatkan dana yang lebih besar dibandingkan negara lain. Bantuan ini menurutnya diberikan untuk mengembangkan potensi petani, bukan untuk mendapatkan sertifikasi yang dikeluarkan RSPO.
Petani yang bisa memperoleh bantuan harus memenuhi persyaratan, antara lain punya kelompok tani dan memiliki dokumentasi kegiatan selama beberapa tahun terakhir. Hal ini diperlukan untuk mempermudah koordinasi antara RSPO dengan petani.
Berikut jumlah petani swadaya di seluruh dunia: Indonesia 44 persen, Malaysia 41 persen, Thailand 76 persen, dan Papua Nugini 42 persen.