REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, mengeluarkan kecaman terhadap segala bentuk penyalahgunaan jurnalisme untuk kepentingan politik praktis. Kecaman tersebut ditujukan kepada semua media baik yang berbasis frekuensi publik (TV & Radio), maupun media cetak.
Koordinator Divisi Penyiaran dan Media Baru, Aliansi Jurnalis Indepeden (AJI) Indonesia, Dandy Dwi Laksono mengatakan, rambu dan norma hukum terkait penyiaran sudah dilabrak sangat nyata dan telah berlangsung cukup lama. Yang mengkhawatirkan, kata Dandy, tidak terlihat ada gejala efek jera sedikitpun, dan mempertimbangkan hak publik atas informasi yang berimbang.
‘’Sangat disayangkan, apalagi terutama ini menjelang Pemilihan Umum 2014,’’ ujar Dandy, Selasa (7/5).
Terkait hal itu, AJI mendesak pemerintah dalam hal ini Kementerian Informasi dan Komunikasi, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Dewan Pers untuk mengambil langkah dan menerapkan sanksi tegas sebagaimana diamanatkan dalam UU Penyiaran 32/2002, P3 SPS 2011, maupun KEJ.
Sementara itu, Ketua AJI Indonesia, Eko Maryadi medesak pemerintah untuk tidak ragu-ragu mengambil tindakan maksimal, misalnya dengan mencabut izin atau tidak memperpanjang izin frekuensi stasiun televisi yang nyata-nyata sengaja melecehkan semua norma hukum dan etis.
Eko pun menyerukan kepada seluruh jurnalis untuk tetap menjunjung tinggi profesionalisme kerja mereka. ‘’Tugas kita bekerja profesional, menegakkan etika, dan mengambil posisi membela kepentingan publik di atas kepentingan perusahaan atau organisasi politik terafiliasi,’’ ujarnya.