REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Otoritas Tertinggi Israel mengakui telah menemui jalan terterang dalam konflik diplomatiknya bersama Turki. Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu mengatakan dua negara sudah sekata untuk mengakhiri sengketa Mavi Marmara 2010 silam.
''Kedua pihak (Israel dan Turki) saling berharap mencapai kesepakatan,'' kata Netanyahu seperti dilansir Global Post, Selasa (7/5).
Netanyahu menyampaikan pertemuan perwakilan masing-masing negara sudah menghasilkan rekomendasi yang positif.
Hubungan diplomatik Israel dan Turki pecah saat pasukan khusus Angkatan Laut (AL) Israel menyerbu kapal bantuan kemanusian berbendera Turki di Laut Gaza 2010 silam. Setidaknya sembilan relawan kemanusian tewas.
Delapan diantaranya adalah warga Turki, dan sisanya warga Amerika Serikat (AS). Serangan pagi hari itu juga melukai sedikitnya armada kapal yang berjumlah 60 orang. Ankara murka dalam insiden tersebut dan mengambil sikap tegas memutuskan hubungan diplomatik dengan Tel Aviv.
Upaya islah pernah dilakukan, tapi tidak pernah berhasil. Turki memberi syarat perbaikan hubungan hanya dapat dilakukan jika, pertama Israel menyatakan maaf kepada Turki dan internasional atas insiden tersebut. Syarat dilanjutkan dengan dilakukan investigasi atas penyerangan aramada kemanusian tersebut.
Selanjutnya, Turki mendesak Israel agar memberikan kompensasi kematian kepada keluarga korban Mavi Marmara, di Turki. Terakhir Turki menyatakan akan tetap menutup pintu diplomatik bagi Israel, jika negara Yahudi itu tetap menolak membuka blokade di Jalur Gaza.
Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan menyatakan keempat syarat tersebut adalah mutlak dan saling berkaitan. Dia menegaskan akan mencampakkan setiap proposal damai Israel jika keempat syarat tersebut tidak terpenuhi seluruhnya.