REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terbunuhnya pengusaha komputer Imam Assyafii (31), (16/3) lalu, mengundang reaksi rekan almarhum. Hal itu terlihat di sela-sela rekonstruksi kasus yang dilakukan Kepolisian Daerah Metro Jaya.
Pada Rabu (8/5), penyidik Polda Metro Jaya melaksanakan rekonstruksi kasus penemuan mayat yang dibunuh rekan kerjanya. Korban yang bernama Imam Assyafii ditemukan membusuk di dalam mobil Suzuki Grand Vitara bernomor polisi B 531 EV di parkiran terminal 1C Bandara Soekarno-Hatta.
Rekan korban Edi mengatakan, polisi tidak perlu repot untuk melakukan rekonstruksi kasus. Yang seharusnya dilakukan adalah menggunakan hukum syariat Islam yaitu dengan mengkisas tersangka. "Kisas saja, biar tidak repot, toh mereka membunuh," katanya kepada Republika, Rabu (8/5).
Edi mengharapkan, agar kasus ini cepat selesai. Menurut Edi salah satu solusinya dengan hukum syariat. Bunuh dibayar bunuh. Warga Kelurahan Rawa Lumbu, Kecamatan Rawa Lumbu, Bekasi tersebut mengatakan, penjahat dan pembunuh tidak seharusnya dipelihara negara. Untuk biaya satu orang pembunuh itu mahal.
"Mending pelihara rakyat miskin," katanya.
Edi mengaku sudah empat tahun kenal dengan almarhum. Menurut Edi, korban seorang dermawan, dan paling mampu di antara rekan lainnya. Korban juga sering membantu teman-temannya.
Dari pantauan Republika, sekitar belasan orang datang dari keluarga dan rekan korban. Yang wanita memakai cadar (penutup muka) dan yang pria memakai baju koko dan bekopiah.