REPUBLIKA.CO.ID, Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Sehabis siaran di salah satu radio Islam Bandung, seseorang menghampiri saya dan ingin urung rembuk mengenai permasalahannya.
Setelah panjang lebar ternyata, inna lillahi dia beserta istrinya sedang tertimpa musibah. Cukup pelik, namun yang akan saya share disini adalah bagaimana kemudian dia menuntaskan masalahnya.
Dia mendengar dari salah satu ustaz bahwa jika kita dalam musibah dan kesulitan serta membutuhkan uang, maka anjurannya adalah bersedekah dengan harta yang ada dan InsyaAllah hasilnya akan sepuluh kali lipat.
Lalu orang ini berpikir bahwa dikarenakan butuh uang yang cukup lumayan maka harta yang terakhir dia punya adalah televisinya. Maka dijualnya televisi tersebut dengan harapan beranak sepuluh atau balik sepuluh kali lipat angkanya.
Setelah menunggu sehari dua hari, seminggu dua minggu, bahkan sampai sebulan lebih. Kelipatan yang dia tunggu-tunggu tidak kunjung datang.Kemudian dia menangis kebingungan dan mengadukan masalahnya.
Bila kita tela’ah dalil yang dipakai untuk sedekah berbalas sepuluh kali lipatnya adalah ayat yang berbunyi, "Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan). (QS. Al-An'am : 160).
Pemahaman ayat barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; penilaian dan pelipatgandaan itu tentunya kembali kepada Allah SWT. Dan barang siapa diantara manusia yang datang membawa amal baik, yakni berdasarkan iman yang benar dan ketulusan hati, maka baginya pahala sepuluh kali lipatnya.
Di sisi lain ia tidak hanya terbatas pada sepuluh kali lipat saja, tetapi melebihi sebagaimana diterangkan dalam surah Al Baqarah ayat 261, "Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui."
Atau ada juga referensi hadis yang berbunyi, “Sesungguhnya Allah mencatat setiap amal kebaikan dan amal keburukan.” Kemudian Rasulullah menjelaskan: “Orang yang meniatkan sebuah kebaikan, namun tidak mengamalkannya, Allah mencatat baginya satu pahala kebaikan sempurna. Orang yang meniatkan sebuah kebaikan, lalu mengamalkannya, Allah mencatat pahala baginya 10 sampai 700 kali lipat banyaknya.” (HR. Muslim no.1955)
Al-Imam al Baghawi rahimahullah berkata, "Hendaknya seseorang memilih untuk bersedekah dengan kelebihan hartanya, dan menyisakan untuk dirinya kecukupan karena khawatir terhadap fitnah fakir. Sebab boleh jadi dia akan menyesal atas apa yang dia lakukan (dengan infak seluruh atau melebihi separuh harta) sehingga merusak pahala. Shadaqah dan kecukupan hendaknya selalu berada dalam diri manusia."
Rasululllah SAW tidak mengingkari Abu Bakar ra yang keluar dengan seluruh hartanya, karena Nabi tahu persis kuatnya keyakinan Abu Bakar dan kebenaran tawakkalnya, sehingga beliau tidak khawatir fitnah itu menimpanya sebagaimana Nabi khawatir terhadap selain Abu Bakar.
Bersedekah dalam kondisi keluarga sangat butuh dan kekurangan, atau dalam keadaan menanggung banyak utang bukanlah sesuatu yang dikehendaki dari sedekah itu.Karena membayar utang dan memberi nafkah keluarga atau diri sendiri yang memang butuh adalah lebih utama.
Kecuali jika memang dirinya sanggup untuk bersabar dan membiarkan dirinya mengalah meski sebenarnya membutuhkan sebagaimana yang dilakukan Abu Bakar ra dan juga itsar (mendahulukan orang lain) yang dilakukan kaum Anshar terhadap kaum Muhajirin.” (Syarhus Sunnah).
Dari penjelasan tersebut, sungguhlah bisa kita pahami bahwa hati-hati dalam mengartikan sesuatu. Berbalas kelipatan sepuluh itu hitungan secara amal, wallahu ‘alam jika dapat diimplementasikan kepada hitungan uang.
Namun KH. Athian Ali pernah menyebutkan dalam tausyiyahnya, “datangkan kepada saya dalil yang mengatakan bahwa berbalas kelipatan sepuluh itu dalam hal uang. Jika benar seperti itu, kaum muslim tidak perlu kerja. Masukkan saja uang sedekah ke dalam kencleng masjid dan tunggu hasil kelipatan sepuluhnya di rumah. Setelah dapat masukan lagi, tunggu lagi dan seterusnya, sampai jadi miliuner,” begitu ujar beliau.
Karenanya ketika orang yang tadi memerlukan uang yang tidak sedikit untuk mengatasi musibahnya. Itulah yang kemudian menjadi wajib dia tuntaskan terlebih dahulu. Karena sesuai dengan hadis Nabi SAW bersabda,
"Tidak ada shadaqah kecuali setelah kebutuhan (wajib) terpenuhi." Dan dalam riwayat yang lain, "Sebaik-baik shadaqah adalah jika kebutuhan yang wajib terpenuhi." (Kedua riwayat ada dalam hadist shahih al-Bukhari).
Terkecuali jika dia bisa meluruskan niat sebagaimana kekuatan iman sahabat Abu Bakar ra arena memang amalan sedekah adalah penawar untuk berbagai jenis penyakit jasmani.
Sebagaimana hadis, ”Bentengilah hartamu dengan zakat, obati orang-orang sakit (dari kalanganmu) dengan bersedekah dan persiapkan doa untuk menghadapi datangnya bencana.” (HR Ath-Thabrani).
Dan Allah pun menjanjikan bahwa sedekah akan menolak berbagai macam musibah sebagaimana hadist ; Sedekah menolak berbagai bentuk musibah bagi siapapun, sekalipun mereka dari golongan orang zhalim, bahkan kafir sekalipun.
Rasulullah Saw bersabda’. “Sedekah dapat menyelamatkan manusia dari kematian yang buruk.” (Al-Wasail 6: 267, hadis ke 4).
Kembali kepada mukadimah diatas, setelah saya jelaskan bahwa keikhlasan dalam sedekah itu syarat utama, karena jika tidak justru dapat merusak pahala. Maka beliau memahaminya dan akan bertobat kepada Alloh SWT, dan mengikhlaskan sedekahnya tanpa menunggu hitungan yang sebelumnya dia pahami. Kembali memohon pertolongan kepada Alloh dengan sholat dan sabar.(QS 2:45).
Semoga segera dikeluarkan dari musibah, diberi keikhlasan, ketenangan batin dan Allah jadikan musibahnya sebagai penggugur dosa, sekaligus menggantinya dengan nikmat yang berlipat ganda.
Aamiin.Tidaklah lebih baik dari yang berbicara ataupun yang mendengarkan, karena yang lebih baik di sisi Allah adalah yang mengamalkannya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Ustaz Erick Yusuf: pemrakarsa Training iHAQi
@erickyusuf