REPUBLIKA.CO.ID, DELFT -- Indonesia mengalami 60 kali peristiwa banjir berdasarkan data yang dihimpun selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Fakta tersebut menjadikan Indonesia salah satu negara paling sering terkena bencana tersebut di Asia Tenggara.
"Banjir terkonsentrasi di daerah delta atau dataran rendah yang letaknya kurang dari 100 meter di bawah permukaan laut," kata Dosen Teknik Sipil, Universitas Andalas, Nurhamidah, di Delf, Belanda, Sabtu (11/5).
Nurhamidah mengemukakan hal tersebut saat memberikan kuliah umum dengan judul 'Floods: Not Only Jakarta! Sumatra Also Suffered by Floods and Significant Land Subsidence' yang diselenggarakan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Delft. Menurut dia daerah dataran rendah sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut, peningkatan volume air sungai dan erosi kawasan di pesisir. Selain itu pembabatan hutan dan penurunan lahan juga menjadi penyebab terjadinya banjir di daerah delta.
"Kita lebih sering mendengar Jakarta jika bicara soal banjir, padahal hampir seluruh wilayah di Indonesia punya kondisi demikian sehingga juga rawan terhadap banjir," jelas Nurhamidah yang saat ini sedang menempuh pendidikan doktoral di Universitas Teknologi Delft, Belanda.
Dia menambahkan selain curah hujan tinggi yang mencapai 3.000 mm per tahun, faktor alamiah lainnya yang juga dapat memicu banjir di wilayah Indonesia adalah komposisi lahan gambut yang tersebar di daerah pesisir pantai. "Lahan gambut sangat lunak karena tersusun dari bahan-bahan organik, sehingga mudah mengalami penurunan jika terkena beban. Sekali mengalami penurunan maka lahan gambut akan turun terus," kata Nurhamidah.
Di Indonesia lahan dan hutan gambut tersebar di Sumatera bagian utara hingga tenggara, Kalimantan dan Papua terutama di pesisir selatan. Nurhamidah mengatakan penanganan banjir harus didasarkan pada deskripsi terpadu mengenai interkorelasi faktor-faktor penyebab banjir baik yang sifatnya alamiah seperti curah hujan, struktur tanah dan pasang surut, maupun buatan manusia seperti pembabaran hutan, alih fungsi lahan dan sampah.
Jika pendekatannya terpadu maka manajemen banjir yang diterapkan pada suatu wilayah bisa benar-benar menyelesaikan persoalan ini. Dia menjelaskan manajemen banjir dapat dilakukan secara struktural dan non struktural.
Penanganan struktural bisa melalui normalisasi fungsi lahan, pengerukan dan membangun sistem pengairan yang terintegrasi, dan tu manajemen non struktural dilakukan melalui partisipasi masyarakat dan penegakan hukum misalnya penetapan denda bagi orang yang membuang sampah sembarangan.