REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fahri Hamzah mengatakan tidak jadi masalah bila wacana PKS bisa dibekukan terus digulirkan.
"Bekukan PKS, bekukan dulu Partai Demokrat. Karena dalam persidangan terbukti uang yang mengalir ke Kongres Demokrat di Bandung merupakan uang dari kasus korupsi Hambalang," kata Fahri saat ditemui di kantor DPP PKS, Jakarta, Sabtu (11/5).
Jika memakai logika yang digunakan Indonesia Corruption watch (ICW), lanjut dia, uang yang dihasilkan dari korupsi proyek Hambalang tidak hanya dipakai untuk kepentingan pribadi, tapi juga digunakan dalam kongres partai yang jelas sebagai bagian dari korporasi.
Anggota Komisi VI DPR RI tersebut menilai kasus mantan presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaq belum terbukti menerima suap yang disangkakan Komidi Pemberantasan Korupsi (KPK). Berpegang pada predicate crime atau pidana awal, harus dibuktikan dulu tindak pidana awal, untuk memastikan dana yang digunakan merupakan hasil pencucian uang dari tindak pidana korupsi.
"Itu baguslah kampanye ICW untuk bubarkan PKS itu. Silahkan saja, teruskan saja," ujar Fahri.
Sebelumnya, peneliti ICW, Tama S. Langkun mengatakan jika terbukti menerima aliran dana dari tindak pidana pencucian uang (TPPU), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai korporasi bisa dibekukan bahkan dicabut izinnya.
"Dalam Pasal 7 Undang-Undang nomor 8 tahun 2010 disebutkan, selain pidana denda korporasi yang terbukti bisa dibekukan hingga dicabut izin dan dibubarkan," kata Tama.
Tama menjelaskan, korporasi yang dimaksud adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi. Baik yang berbadan hukum, maupun bukan berbadan hukum. Meski korporasi tersebut tidak terlibat dalam TPPU, menurutnya Pasal 5 UU 8/2010 memberikan celah bagi pengusutan aliran dana yang diterima korporasi.
"Bagaimana uang itu masuk ke PKS, bisa ditelusuri. Kalau memang itu dana TPPU, PKS bisa didenda, dibekukan, hingga dicabut izinnya," ujar Tama.