Senin 13 May 2013 20:25 WIB

'Noknik', Kesenian Petuah yang di Ambang Punah

Rep: S Bowo Pribadi/ Red: Djibril Muhammad
Congklak, adalah salah satu mainan tradisional yang perlu dilestarikan.
Foto: IST
Congklak, adalah salah satu mainan tradisional yang perlu dilestarikan.

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Kabupaten Semarang masih lemah dalam menjaga kelestarian kesenian Islami khas daerahnya. Ini dapat dibuktikan dengan kian ditinggalkannya kesenian noknik --ada yang menyebut dengan nonikan— di tengah-tengah masyarakat.

Kesenian tradisional yang memadukan teater dan seni gerak, yang kental dengan nuansa Islami ini pernah populer sebagai hiburan pada hajat perkawinan atau khitanan. Karena unsur petuah dan tuntunan hidup dari kesenian ini.

Namun, kini noknik sudah mulai ditinggal penontonnya. Kesenian dengan kekhasan iringan musik rebana dan geguritan perpaduan bahasa Kawi dengan bahasa Arab ini sudah tergantikan dengan hiburan organ tunggal pada setiap hajatan.

"Kesenian asli Kabupaten Semarang ini, kini nyaris punah, karena jarang dimainkan lagi," ungkap Kabid Kebudayaan Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar) Kabupaten Semarang, Hernowo Sujendro, Senin (13/5).

Pemerintah Kabupaten Semarang --melalui Disporabudpar-- mulai berupaya mengembangkan kesenian asli Desa Sendang, Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang ini. Disporabudpar tengah menggalang tokoh-tokoh pemain noknik yang tersisa untuk mengajarkan pada genarasi muda.

Ia juga menjelaskan, kesenian noknik/ nonikan ini susah berkembang, karena menggunakan bahasa Kawi bercampur bahasa Arab. Meski sarat dengan petuah dan tuntunan hidup, sebagian masyarakat sulit memahaminya.

Sulitnya memahami bahasa teater Noknik yang menyebabkan kesenian itu tidak bisa diterima di beberapa daerah atau lapisan masyarakat. Bahkan sulit untuk meregenerasi pemain-pemainnya.

"Itulah alasan mengapa kesenian ini ditinggalkan penontonnya. Karena masyarakat sekarang ini tidak paham bahasa yang disampaikan melalu kesenian ini," katanya menjelaskan.

Hernowo dan timnya berupaya mengembangkan kesenian tersebut agar lebih memasyarakat sehingga tidak punah. Caranya dengan memperbanyak memanggungkan kesenian ini.

Upaya lain dengan memberikan bantuan kepada kelompok kesenian noknik yang ternyata hanya tinggal empat kelompok saja, di Kabupaten Semarang.

Pihaknya juga terus memotovasi kelompok-kelompok tersebut untuk berimprovisasi dan mempermudah bahasa serta musik iringannya, sehingga lebih menarik. "Tetapi jangan sampai menghilangkan ke khasannya," kata Hernowo menegaskan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement