Senin 13 May 2013 20:56 WIB

Suguhan Tikus Kepala Besar untuk Elite Politik dan Koruptor

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Djibril Muhammad
Mural dengan ilustrasi tikus dan teks perlambangan korupsi di bawah jembatan layang kawasan kuningan, Jakarta Selatan.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Mural dengan ilustrasi tikus dan teks perlambangan korupsi di bawah jembatan layang kawasan kuningan, Jakarta Selatan.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Komunitas Seniman Bandung, merasa jengah dengan berbagai kasus korupsi, teroris, dan kasus lain yang menyita perhatian masyarakat. Mereka menduga, kasus tersebut merupakan permainan sandiwara elite-elite politik.

Untuk menunjukkan rasa muak mereka, belasan seninman tersebut menuangkannya dalam aksi teatrikal dan lukisan di depan Halaman Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (13/5). Dalam aksi tersebut, para seniman melukis dan mengenakan topeng tikus besar.

Lukisan yang dibuat salah seorang seniman tersebut bergambar tiga tikus besar yang dilukis dengan tinta hitam. Di bawahnya, seniman menuliskan KPK dengan cat berwarna merah. Lalu, seniman itu menggambar tikus lebih kecil bertuliskan pasar. Sementara, seniman yang lain, duduk melingkar membawa koran.

"Kami sudah muak dengan sandiwara yang dilakukan elite-elite politik," ujar Koordinator Aksi 'Performance Art' Yayan Harianto kepada wartawan, Senin (13/5).

Menurut Yayan, masyarakat dipertontonkan sandiwara-sandiwara tidak bermutu elite politik dan penegak hukum. Sandiwara itu dilakukan dengan dalih penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Kasus itu antara lain Century, Hambalang, Impor Daging Sapi hingga aksi Terorisme.

Yayan mengatakan, sandiwara tersebut membuat masyarakat kebingungan. Karena, penegakan hukum tak sesuai kenyataan. Hingga saat ini, masih banyak terjadi penindasan dan ketidakadilan.

Melihat kondisi itu, kata dia, kalangan seniman ingin sandiwara-sandiwiara palsu tersebut dihentikan. Hal tersebut penting dilakukan untuk ketenangan masyarakat. "Hentikan sandiwara palsu itu, kalau negeri kita seperti ini terus lalu kapan bisa maju," katanya.

Yayan mengaku kalangan seniman yang terlibat dalam aksi ini dari pengamen hingga pelukis. Tikus dipilih sebagai simbol elite politik dan koruptor.

Senada dengan Yayan, seniman yang lainnya, Ustad Agus mengatakan, Ia bosan melihat tayangan yang ada di televisi saat ini dan diperlihatkan ke masyarakat banyak.

Aksi damai ini digelar, agar masyarakat bisa mengerti dengan keadaan sekarang. "Tayangan televisi dan media, cenderung membodohi masyarakat," kata Agus.

Selain itu, kata dia, kadang-kadang tayangan di televisi tersebut seperti ada pengalihan isi. Karena, baru menayangkan satu kasus lalu didiamkan dan mengangkat kasus lain.

Padahal, harusnya sekecil apa pun kasus korupsi dituntaskan sampai selesai dan dipublikasikan ke masyarakat. "Melihat keadaan seperti ini, kan jadi berpikir ada permainan," katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement