Kamis 16 May 2013 22:09 WIB

Tekan KKN, Pemkab Bandung Terapkan Organisasi Perangkat Daerah

Rep: Rina Tri Handayani/ Red: Djibril Muhammad
Pemkab bandung
Foto: wikipedia.org
Pemkab bandung

REPUBLIKA.CO.ID, SOREANG -- Pemkab Bandung akan menerapkan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) atau Whistle Blowing System (WBS) untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam proses pengadaan barang maupun jasa pemerintah.

Pengawasan dan pemeriksaan pengadaan barang maupun jasa pemerintah melalui WBS merupakan langkah untuk mendukung usaha pemerintah dalam meningkatkan kinerja aparaturnya.

Selain itu, WBS merupakan upaya untuk memberantas penyalahgunaan wewenang dan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). "Mengamankan keuangan negara," ujar Ketua Panitia Sosialisasi WBS Erwin Rinaldi, Kamis (16/5).

Oleh sebab itu, untuk menerapkan sistem tersebut, Pemkab Bandung mengundang sejumlah penelaah WBS dan pejabat Lembaga Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) untuk memberikan sosialisasi kepada 100 pejabat. Sehingga terdapat pemahaman mengenai penerapan WBS.

Asisten Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat Yayan Subarna mengatakan proses pengdaan barang maupun jasa harus memenuhi enam prinsip. Di antaranya efisien, efektif, transparan, bersaing, adil, dan akuntabel. Sehingga, pengadaan barang dan jasa pemerintah wajib hukumnya diketahui oleh masyarakat secara luas khususnya penyedia barang yang berminat.

Menurut Yayan, Pemkab Bandung telah melakukan berbagai persiapan dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah. Yaitu mulai dari penyiapan sumberdaya manusia seperti pelatihan pengadaan barang dan jasa secara elektronik, penyiapan server, dan sarana prasarana sebagai kelengkapan LPSE Kabupaten Bandung.

Menurut penelaah WBS Jarot Hidayat Purwanto, pengaduan yang disampaikan WBS berawal dari perencanaan hingga seluruh kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah selesai. Pengaduan tersebut setelah ditelaah bisa dimasukkan dalam indikasi pelanggaran administrasi atau pidana misalnya penipuan, pemalsuan, KKN atau adanya indikasi persaingan tidak sehat.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement