REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Belanja iklan di media massa nasional selama tahun 2010 mencapai Rp 60 triliun. Nilai ini terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
"Namun ironisnya kenaikan belanja iklan tersebut belum bisa mensejahterakan pekerja pers," kata R. Kristiawan, pengamat media dari Yayasan TIFA Jakarta pada Stadium General dengan tema Politik Media era Demokrasi (analisis dampak liberalisasi) di Fisipol UGM Yogyakarta, Jumat (17/5).
Dijelaskan Kristiawan, belanja iklan belum bisa menyejahterakan pekerja pers karena perusahaan iklan yang menguasai media nasional adalah perusahaan asing. Sehingga uang yang diperoleh dari iklan dibawa lari ke luar negeri.
Selain itu, posisi pekerja pers juga belum kuat. Hal ini terlihat dari ribuan media massa nasional hanya 32 perusahaan pers yang memiliki serikat pekerja.
"Kendalanya adalah manajemen pers selalu menghalang-halangi terbentuknya serikat pekerja pers," ujar Kristiawan.
Bahkan dari 32 serikat pekerja yang mempunyai kontrak kerja dengan perusahaan hanya tujuh serikat pekerja. Selebihnya belum berani melakukan ikatan.
Selain belum sejahtera, menurut Kristiawan pekerja pers ini juga belum mendapatkan jaminan keselamatan ketika menjalankan tugas. Kondisi ini terlihat semakin banyaknya pekerja pers yang dianiaya.