REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- AS mengecam Rusia karena mengirimkan roket ke pemerintah Suriah. Akibatnya, perjanjian damai kedua negara terancam batal.
Pecahnya dua kubu dalam masalah konflik Suriah ini, Amerika dan Rusia, menghambat resolusi koordinasi keduanya untuk mencari solusi Suriah. Padahal, 10 hari lalu keduanya baru saja sepakat untuk melebur perbedaan dan mendorong konferensi internasional guna mengakhiri perang.
Pejabat tertinggi militer AS, Jenderal Martin Dempsey, mendeskripkan pengiriman roket oleh Rusia sebagai hal yang tidak tepat dan merugikan. Dempsey juga menganggap tindakan itu beresiko memperpanjang perang. Perang Suriah telah menewaskan lebih dari 80 ribu warga Suriah dan membuat 1,5 juta lainnya mengungsi.
Rusia sendiri tak menggubris kecaman AS atas pengiriman roket Yakhont. Juru bicara Presiden Vladimir Putin mengatakan, Rusia akan menghormati kontrak suplai senjata dengan Suriah. Suriah telah menjadi pelanggan persenjataan Moskow sejak Perang Dingin. ''Rusia menentukan keputusan yang tak menguntungkan. Itu akan mengokohkan rezim Assad dan memperpanjang penderitaan,'' kata Dempsey.
Dengan jangkauan 300 kilometer, roket Yakhont dapat mendorong ketegangan wilayah Mediterania menjadi perang. Walau seharusnya, pihak Barat juga tidak ikut menawarkan bantuan udara bagi para pemberontak Suriah seperti yang mereka lakukan dua tahun lalu.
Belum ada penetapan tanggal pertemuan AS dan Rusia setelah masalah ini muncul. Sekretaris Jenderal Persatuan Bangsa-Bangsa, Ban Ki-moon, bertemu Putin di Rusia, Jum'at (17/5). Ban Ki-moon menyarankan agar pertemuan AS dan Rusia digelar sesegera mungkin.