REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG — Sepekan menjelang 'pencoblosan' pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) Jawa Tengah, isu dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) kian santer dihembuskan.
Dalam tiga hari terakhir, isu dugaan korupsi dana bansos ini marak mengemuka, baik melalui pernyataan- pernyataan resmi di media massa maupun dalam bentuk aksi.
Bergulirnya isu dana bansos ini terus mengemuka setelah sekelompok massa Barisan Masyarakat Mahasiswa Indonesia melaporkan cagub Jateng, Bibit Waluyo ke KPK atas dugaan korupsi dana bansos.
Sebelumnya, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) juga mendesak KPK untuk mengusut kasus dugaan korupsi bansos dan dana hibah di Jateng yang ditengarai melibatkan nama para pejabat teras ini.
Mendasarkan pada dokumen audit BPK RI tahun anggaran 2011, Fitra melihat terdapat realisasi belanja barang/ jasa untuk dihibahkan yang tidak disertai dengan naskah perjanjian hingga senilai Rp 63,9 miliar.
Yang terbaru, isu korupsi dana bansos ini dilakukan para komunitas seniman, yang tergabung dalam Sanggar Seni Sinaung Sekar Gandrung, Kabupaten Jepara.
Mereka menggelar aksi teatrikal di tengah-tengah aktivitas warga Kota Semarang yang tengah menikmati Car Free Day (CFD) di kawasan pusat kota, Simpanglima, Semarang, Ahad (19/5).
Aksi teatrikal yang dimainkan lima seniman ini menggambarkan nasib rakyat kecil yang tetap sengsara karena 'perilaku' 'pemimpin lama' yang kebijakannya dianggap tak berpihak kepada rakyat.
"Karena ada korupsi dana bansos, penyelewengan dana hibah serta penyalahgunaan lainnya," kata Didin Ardiansyah, salah seorang seniman, mengatakan kepada wartawan.
Untuk itu, para seniman ini mengajak seluruh elemen masyarakat Jateng lebih selektif dan berhati-hati dalam memilih pemimpin periode lima tahun ke depan.
"Jika menginginkan Jateng yang lebih maju dan sejahtera, masyarakat jangan memilih calon pemimpin yang telah memiliki rekam jejak korup," kata Didin melanjutkan.
Dalam aksinya, para seniman ini juga mengusung berbagai tulisan, antara lain seperti 'Bali Ndeso Mbangun Opo?', 'Bansos untuk Rakyat Bukan untuk Pejabat' serta 'Rakyat Miskin kok Bissa?.'