REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Menteri Keuangan yang baru diminta memotong lingkaran setan penurunan ekonomi dengan mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) dalam waktu dekat.
"Kenaikan harga BBM 20 persen atau 30 persen sudah cukup membantu memperbaiki keadaan. Semakin ditunda, semakin sulit untuk mengembalikan momentum pertumbuhan dan memperbaiki keadaan," kata Pakar Ekonomi Wijayanto Samirin dihubungi di Jakarta, Senin (20/5).
Direktur Pelaksana Paramadina Public Policy Institute itu mengatakan Indonesia sedang memasuki-masa sulit akiba\n akumulasi dari keraguan pemerintah dalam mengambil keputusan, salah satunya terkait kebijakan subsidi BBM.
Menurut dia, pemerintah terlihat sangat ragu dalam memutuskan penurunan subsidi BBM. Penundaan kenaikan BBM bersubsidi tidak saja membengkakan pengeluaran pemerintah, tetapi juga menciptakan ketidakpastian.
"Itu merupakan sebab utama penurunan outlook Indonesia oleh S&P menjadi BB+ stabil. Apabila tidak ada perbaikan, Moodys bahkan berencana menurunkan rating Indonesia. Hal ini cukup mengkhawatirkan mengingat saat ini kita membutuhkan investasi untuk mendongkrak pertumbuhan," tuturnya
.
Terlebih lagi, kata dia, pada saat yang bersamaan negara tetangga mengalami perbaikan rating. Filipina misalnya, Mei ini memasuki era "investment grade" (BBB-). Hal itu menyebabkan daya tarik investasi Indonesia mengalami penurunan secara relatif terhadap negara tetangga.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono secara resmi menunjuk Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Chatib Basri sebagai Menteri Keuangan setelah menjalani uji kepatutan dan kelayakan di Kantor Presiden Jakarta, Senin.
Presiden dijadwalkan melantik Muhammad Chatib Basri sebagai Menteri Keuangan yang baru menggantikan Agus Martowardoyo pada Selasa (21/5).