REPUBLIKA.CO.ID, Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, menilai ada tiga permasalahan yang menyebabkan sistem Kartu Jakarta Sehat (KJS) tidak berjalan dengan maksimal. Belajar dari pengalaman itu, ke depan pihaknya akan melakukan pembenahan sehingga layanan ini bisa tetap dimanfaatkan masyarakat.
Ketiga permasalahan tersebut yakni, rumah sakit swasta dianggap terlalu mengambil keuntungan atau profit oriented. Kedua, premi sebesar Rp 23 ribu yang dibayarkan dirasa masih kurang. Sebab, sebelum sistem ini dijalankan biaya tidak bisa dikendalikan karena tidak adanya manajemen kontrol yang baik.
Kemudian permasalahan terakhir yakni, penggunaan sistem Indonesian Case Basic Groups (INA CBG`s), di mana obat yang digunakan juga diatur. "Ketiga dari sistem INA CBG`s memang yang kita pakai. Kalau dulu, orang mau pakai obat apapun bisa diputuskan sendiri. Sekarang semuanya diatur dengan sistem," kata Jokowi, di Balaikota DKI Jakarta, seperti dilansir situs beritajakarta.
Dengan adanya kendala tersebut, Jokowi akan berpikir ulang mengenai kenaikan biaya premi yang akan dibayarkan. Mengingat untuk menambah premi berkaitan dengan APBD, sehingga harus berkoordinasi dengan DPRD DKI Jakarta. "Baru hitung-hitungan, kalau premi dinaikkan berarti kita harus menambah APBD," ujarnya.
Kendati demikian, ia mengaku tidak ingin membebani APBD dengan permasalahan-permasalahan yang ada. Melainkan, dirinya ingin membenahi sistem yang ada. "Kita juga tidak mau setiap masalah naikin anggaran. Kita juga mau memperbaiki sistem-sistem yang sudah lama dan memang sudah dibenahi. Tapi ini bukan pada sistemnya melainkan pada ketiga permasalahan tadi itu," jelasnya.
Seperti diketahui, sebanyak 16 rumah sakit mengundurkan diri dari program KJS. Ke-16 rumah sakit merasa keberatan untuk menjalankan program KJS, karena membludaknya pasien, sementara premi yang dibayarkan sangat minim.