"Peraturan ini untuk setiap kelompok. Akan tetapi, warga Buddha tak butuh peraturan itu. Karena kami hanya punya satu istri,"ujar Win Myaing. Menurutnya, kebijakan tersebut untuk mengontrol pertumbuhan populasi karena jumlah Muslim Rohingya tumbuh sangat pesat.
Otoritas Distrik Maungdaw berjanji, tidak akan menggunakan kekuatan untuk menerapkan kebijakan tersebut. Menurutnya, jika warga Rohingya ingin menikah atau meregistrasi anak yang baru lahir, mereka harus mengisi formulir di otoritas lokal dan mendapatkan izin.
Di Distrik Mangdaw yang terletak sebelah utara negara bagian Arakan di perbatasan Myanmar dan Bangladesh, Muslim Rohingya menjadi mayoritas. Mereka hidup bersama sejumlah orang Buddha arakan yang menjadi minoritas.
Pemerintah Pusat Myanmar, Otoritas Negara Bagian Arakan dan politisi Arakan mengklaim, populasi Muslim tumbuhdengan cepat sehingga membuat komunitas Buddha lokal terdesak.
Jaringan Sosial Arakan Than Tun menjelaskan, kebijakan pembatasan dua anak tersebut hanya untuk warga Bengali (Rohingya) tanpa kewarganegaraan. Mereka tak memilki identitas dan merupakan imigran ilegal dari Bangladesh. "Perintah ini datang dari presiden dan diterapkan sebagai perhatian wilayah,"ujarnya.
-
Ini Surat Pedas Pangeran Saudi Tolak Rencana Trump di Gaza
-
-
Jumat , 07 Feb 2025, 20:37 WIB
Yunani Deklarasikan Masa Darurat di Santorini
-
Jumat , 07 Feb 2025, 18:07 WIB
Badai Landa Jalur Gaza, Tenda-Tenda Pengungsi Rusak Parah
-
Jumat , 07 Feb 2025, 15:25 WIB
Jumlah Bantuan USAID untuk Ukraina Buat Kepala Geleng-geleng
-
Jumat , 07 Feb 2025, 14:51 WIB
FSB Tangkap 4 Intel Ukraina, Siapkan Aksi Teror Hancurkan Kemenhan Rusia
-