REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panitia kerja Rancangan Undang-Undang Organisasi Masyarakat (RUU Ormas) akan segera menuntaskan pembahasan UU Ormas. Keberatan yang disampaikan banyak kormas terhadap beberapa pasal telah diakomodir.
"Hari ini semoga draft paling akhir bisa disepakati, dan diambil keputusan sebelum dibawa ke paripurna," kata Ketua Panja RUU Ormas, Abdul Malik Haramain, di Jakarta, Selasa (21/5).
Politisi dari Partai kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengatakan, pasal-pasal yang dianggap represif oleh beberapa ormas juga telah diubah. Keinginan ormas-ormas besar seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) juga telah diakomodir.
"Apa yang menjadi tuntutan perubahan dari Muhammadiyah sudah kami akomodasi semua. Bahkan lebih dari 100 persen sudah kami akomodasi," ungkapnya.
Panja telah menetapkan ormas-ormas besar tidak perlu mendaftar lagi. Bahkan, Panja RUU Ormas menyertakan pasal khusus atau pasal istimewa yang mengistimewakan ormas besar dalam undang-undang itu. RUU Ormas juga dikatakan Haramain tidak mempersulit sumbangan dari pihak luar ke ormas tersebut. Tuntutan tentang peniadaan asas tunggal juga telah diubah.
Jika kemudian masih ada penolakan dari ormas-ormas, Haramin mengaku tidakpaham. Pasalnya, tuntutan-tuntutan ormas tersebut pada masa sidang sebelumnya telah dipenuhi.
"Kalau masih ada penolakan, saya ga paham. tunjukkan pada kami mana pasal, mana klausul yang dirasa memberatkan," kata dia.
Panja RUU Ormas, lanjut Haramain, juga telah bertemu dengan pimpinan Muhammadiyah, Din Syamsuddin. Telah disampaikan perubahan-perubahan dalam susunan RUU. "Saya ga ngerti kalau Pak Din tetap menolak. Pasal mana, klausul mana lagi?," ujarnya.
Sementara itu, Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin pekan lalu mengatakan RUU Ormas tidak relevan, tidak urgensi, dan sangat bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 28. Din meminta pembahasan RUU Ormas diintegrasikan dengan RUU Perkumpulan.Jika tetap disahkan, Muhammadiyah khawatir UU itu akan mengekang Ormas dalam memberikan kontribusi bagi negara.
"Sikap kami akan tetap menolak, negara bukan mengekang dan dengan egois mengatur. Ini bukan eranya lagi kok, tapi alam pikiran ini yang kelihatannya belum sepenuhnya dimiliki DPR dan pemerintah," kata Din.