REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Negara Asia Tenggara yang sebelumnya dikenal bernama Burma kembali menerima dukungan dari Gedung Putih pada Senin dalam kampanyenya untuk menyebut negara itu Myanmar.
Pemerintah Amerika Serikat secara berturut-turut telah menolak untuk mengakui perubahan nama negara itu. Perubahan nama yang dilakukan di akhir 1980-an oleh penguasa militer negara tersebut.
Amerika Serikat selama bertahun-tahun sengaja menyebut negara berpenduduk 60 juta orang itu sebagai Burma untuk tidak memberikan legitimasi kepada pemerintah militer.
Tapi, dalam suatu sikap yang menunjukkan dukungan bagi reformasi politik yang dilakukan oleh Presiden Thein Sein, Gedung Putih mengakui bahwa pihaknya kini menggunakan nama Myanmar lebih sering dari sebelumnya.
"Kami telah merespons dengan memperluas keterlibatan kami dengan pemerintah, mengurangi sejumlah sanksi, dan sebagai kesopanan dari sikap itu. Maka, kami lebih sering menggunakan nama Myanmar," kata Juru bicara Gedung Putih, Jay Carney.
Presiden Thein Sein bertemu dengan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, di Ruang Oval pada Senin dalam kunjungan pertama Presiden Myanmar atau Burma ke Gedung Putih dalam 47 tahun terakhir. Obama menggunakan nama Myanmar dan bukannya Burma pada keseluruhan komentarnya kepada wartawan. Tapi, juru bicaranya menggunakan kedua nama itu.