REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi kembali memanggil Ahmad Zaky sebagai saksi sekaligus sekretaris pribadi tersangka Luthfi Hasan Ishaaq pada kasus tindak pidana korupsi dan pencucian uang terkait kuota impor daging sapi Kementerian Pertanian.
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka LHI (Luthfi Hasan Ishaaq)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Rabu.
Sebelumnya KPK telah dua kali memanggil Zaky untuk pemeriksaan, namun dia tidak pernah memenuhi panggilan penyidik KPK, tanpa memberikan keterangan atau alasan ketidakhadiran alias mangkir.
Karena alasan mangkir atau tidak memenuhi panggilan KPK tanpa keterangan tersebut, KPK menyatakan ada kemungkinan untuk memanggil paksa Zaky.
"Bisa saja dipanggil paksa, karena sudah dua kali dipanggil oleh KPK sebagai saksi, dia juga tidak hadir," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di gedung KPK Jakarta, Selasa (21/5).
Zaky dilaporkan telah melarikan diri usai mengantar para penyidik KPK yang hendak menyita enam mobil diduga milik Luthfi dan terkait dengan pencucian uang kasus kuota impor daging sapi, di kantor DPP PKS pada Selasa (7/5).
Keenam mobil yang sempat disegel oleh KPK sejak Jumat (3/5) itu adalah Volkswagen Carravelle dengan nomor polisi B-948-FRS yang dimiliki atas nama Ali Imron yaitu ajudan Luthfi. Kemudian Mazda CX9 nomor polisi B-2-MDF atas nama Luthfi dan Toyota Fortuner B-544-FRS atas nama orang dekat Lutfhi yaitu Ahmad Zaky, Nissan Navara yang mencatut nama Rantala Sikayo serta Pajero Sport dan Mitshubisi Grandis.
Dalam kasus suap impor daging sapi, KPK telah menetapkan lima orang tersangka yaitu Luthfi Hasan Ishaaq, Ahmad Fathanah, dua orang direktur PT Indoguna Utama yang bergerak di bidang impor daging yaitu Juard Effendi dan Arya Abdi Effendi serta direktur utama PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman.
Fathanah bersama Lutfi Hasan disangkakan melanggar Pasal 12 Huruf a atau b atau Pasal 5 Ayat (2) atau Pasal 11 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20/2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP mengenai penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji terkait kewajibannya.
Keduanya juga disangkakan melakukan pencucian uang, melanggar pasal 3 atau pasal 4 atau pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara Elizabeth, Juard dan Arya Effendi diduga melanggar Pasal 5 Ayat (1) atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20/2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara.