REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Langkah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatra Barat (Sumbar) yang dalam tiga tahun terakhir mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan (SP3) untuk 22 kasus korupsi dinilai perlu dipertanyakan. Puluhan kasus korupsi akhirnya batal dilanjutkan proses hukumnya, karena pihak Kejati tak dapat menemukan cukup alat bukti.
Dengan fakta tersebut, Komisi Kejaksaan (Komjak) menilai tim pengawas kejaksaan perlu turun tangan melakukan evaluasi. Menurut Komjak, jumlah SP3 yang menyentuh angka 22 ini perlu dimintai pertanggungjawaban. “Kejaksaan Agung (Kejagung) bisa terjunkan dari Pidsus (Pidana Khusus) atau Jamwas (Jaksa Muda Pengawas) ke sana,” ujar Komisioner Komjak, Kaspudin Noor, ketika dihubungi, Kamis (23/5).
Kaspudin mengatakan, upaya meminta pertanggungjawaban tersebut tentunya bukanlah upaya untuk mencari kesalahan. Kejati Sumbar. Justru, kata dia, hal tersebut dilakukan agar dapat diketahui mendalam terkait alasan pemberian SP3 pada puluhan kasus korupsi ini.
Dia mengatakan, harus ada penjelasan yang rasional dari para jaksa penyidik di Kejati tersebut, sehingga nantinya Kejakgung dapat mengambil benang merah. Nantinya, hal-hal yang dijelaskan oleh Kejati dapat dijadikan bahan evaluasi.
Dia menjelaskan, langkah Kejati yang menghentikan banyak kasus korupsi pun bisa juga terbentur oleh ragam kepentingan. Misalnya, jaksa dan pelaku sudah melakukan negosiasi sehingga SP3 pun turung. Selain itu, bisa saja ada upaya pura-pura membuat kasus korupsi untuk menurunkan nama baik seseorang.