Kamis 23 May 2013 19:35 WIB

Laporan AS: Islamofobia Meningkat di Penjuru Dunia

Muslim Prancis protes dengan diskriminasi dan Islamofobia
Foto: actofamerika.wordpres.com
Muslim Prancis protes dengan diskriminasi dan Islamofobia

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Muslim di penjuru dunia, terutama di Eropa dan Asia, mengalami kekerasan dan permusuhan kian meningkat di tengah larangan menjalankan hak-hak ibadah mereka. Temuan itu muncul dalam satu laporan dari Amerika Serikat.

"Retorika dan gerakan anti-Muslim, jelas sekali sedang mengalami peningkatan di Eropa dan Asia," ujar International Religious Freedom Report, lembaga yang membuat laporan tersebut seperti dikutip AFP, Rabu (22/5)

"Larangan pemerintah yang kerap bersamaan dengan kebijakan sekularisme menghasilkan sikap-sikap anti-Muslim yang akhirnya mempengaruhi kehidupan sehari-hari para penganutnya.

Laporan tersebut, dirilis oleh Kementrian Luar Negeri John Kerry pada Senin, 20 Mei lalu, menyoroti pengekangan yang dialami Muslim dan agama minoritas lain di penjuru dunia.

Laporan ini memberi kilasan mengenai tantangan yang dihadapi orang-orang di saat mereka mencari kebebasan untuk beribadah seperti yang mereka harapakan," ujar Kerry.

"Keberadaan laporan ini sekaligus menunjukkan komitmen rakyat Amerika dan seluruh pemerintah AS untuk peningkatan kebebasan beragama di penjuru dunia."

Duta besar AS untuk Kebebasan Religius Internasional Lebih Luas, Suzan Johnson Cook menyatakan Muslim di Asia dan Eropa kini menghadapi permusuhan meningkat.

"Sentimen Anti-Muslim dan diskriminasi bisa ditemukan di tempat-tempat yang memiliki keragaman seperti Eropa dan Asia,"ujarnya.

"Kai menyeru masyarakat dna pemerintah untuk menguatkan sikap toleransi antarumat beragama dan menindak pelaku kekerasan berdasar hukum,"

Laporan tersebut juga menyebut Myanmar secara spesifik. "Muslim di Rakhine, terutama bagian dari etnis minoritas Rohingya, terus menjadi obyek kekerasan dan mengalami diskriminasi parah dalam bidang hukum, ekonomi, pendidikan dan sosial," bunyi penggalan Laporan.

Data yang diambil dalam rentang 2012 di laporan tersebut juga mengacu pada diskriminasi terhadap wanita Muslim. "Dampaknya terlihat juga dalam pendidikan, lapangan pekerjaan hingga keselamatan pribadi dalam komunitas," bunyi laporan tahunan tersebut.

"Pembatasa oleh pemerintah terhadap atribut dan busana keagamaan juga tetap menjadi persoalan mengingat wanita Muslim mengalami pelarangan mengenakan penutup kepala di sekolah, pekerjaan di sektor publik dan juga ruang-ruang umum.

Meski ada juga sisi cerah dari laporan tarsebut yang menyebutkan ada kesadaran dari sis

Laporan ini mendapat apresiasi dari organisasi yang bergerak di advokasi hak-hak sipil Muslim. "Kami menyambut kesadaran dan pengakuan dari Kementrian Luar Negeri mengenai peningkatan dalam retorika anti-Muslim di penjuru dunia," ujar Direktur Eksekutif Nasional Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) dalam rilis pers yang diterima Republika.co.id.

Orang-orang dari seluruh keyakinan dan latar belakang harus bekerja sama mempromosikan sikap saling memahami dan mencegah peningkatan rasa kebencian yang telah kita saksikan banyak tempat.".

Nihad menegaskan perlindungan terhadap komunitas minoritas dan hak mereka untuk beribadah sesuai agama mereka adalah kewajiban dalam Islam.

"Kita berharap akan ada upaya lebih serius dari Departemen Luar Negeri untuk mengatasi fenomena berbahaya berupa Islamofobia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement