REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Ali Maskyur Musa mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hari ini (Jumat, 24/5). Kedatangan Ali untuk menindaklanjuti temuan BPK atas audit di bidang tambang dan kehutanan."Hasil penemuan kami akan digelarperkarakan oleh KPK," ujarnya di kantor KPK.
Audit BPK menemukan terdapat 15 temuan di bidang tambang yang menyalahi peraturan, baik itu undang-undang lingkungan hidup ataupun kehutanan. Penyimpangan ini berpotensi merugikan negara dengan total lebih Rp 100 miliar. Saat ini KPK dan BPK terus berkoordinasi untuk memproses kasus ini secara hukum.
Dari 15 temuan tersebut, BPK merinci terdapat 22 perusahaan khusus pertambangan yang mengeksplorasi dan mengeksploitasi kawasan hutan. Sisanya ada perusahaan yang beroperasi di bisnis penjualan kayu. Perusahan-perusahaan tersebut diduga telah menyalahgunakan izin pinjam pakai kawasan hutan di Maluku Utara, Papua Barat, Kalimantan Tengah dan Riau. Namun Ali enggan menyebutkan nama-nama perusahaan dengan alasan masih dalam proses pemeriksaan lebih lanjut, baik oleh BPK maupun KPK.
Ali juga menyoroti ekosistem yang telah rusak parah di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Bangka Belitung. Ia mengatakan bahwa Izin Usaha Pertambangan (IUP) kerap diobral. Pihaknya kini berupaya agar praktek ini tidak dilakukan secara serampangan. "IUP diobral sedemikian rupa, dalam tanda petik, terutama jelang pilkada," ujarnya.
Selain melaporkan temuan baru, BPK juga meminta keterangan KPK terkait tindak-lanjut hasil temuan sebelumnya. BPK, dikatakan Masykur menyambut baik dan mengapresiasi langkah KPK yang melakukan supervisi terkait temuan yang melanggar hukum. "Perlu dipantau sejauh mana penegakan hukum dari temuan BPK itu diproses," ujarnya.
Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Pradja mengatakan pertemuan hari ini bertujuan agar langkah pencegahan korupsi lebih terarah. KPK dan BPK harus bersinergi dan satu bahasa agar pencegahan korupsi berjalan efektif.
Awal pekan ini, Kementrian Kehutanan dan KPK bertemu untuk menandatangani nota kesepahaman komitmen penerapan program pengendalian gratifikasi di lingkungan Kemenhut. Pertemuan ini menyusul temuan BPK tahun 2012 yang menemukan terjadi pelanggaran tindak penggunaan kawasan hutan tanpa izin dari Menteri Kehutanan.
Dampak pelanggaran ini terjadi kerusakan dan hilangnya hutan seluas 6.400 hektare senilai Rp 290,25 miliar. Pelanggaran terjadi di enam propinsi yaitu. Provinsi Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku Utara dan Papua. Modus yang digunakan pelaku usaha antara lain dengan memanipulasi pajak seperti mengemplang royalti atau melaporkan pembayaran yang tidak semestinya kepada negara. Mentri Kehutanan Zulkifli Hasan pun mempersilakan KPK menggelar perkara secara terbuka terkait laporan BPK tersebut.