REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapatkan tekanan politik dalam penanganan kasus belakangan ini. Penasihat baru (KPK), Mohammad Mu’tashim Billah, menilai tekanan politik yang ada perlu ditanggapi enteng.
"Enteng dalam pengertian tidak ada artinya. Karena KPK lembaga penegak hukum, bukan lembaga politik," kata Billah, di Gedung KPK, Jakarta, Senin (27/5). Ia mengatakan, tekanan politik hanya perlu dijadikan sebagai bahan pertimbangan, bukan sebagai gangguan. Namun ketika ada tekanan yang berupa fitnah, ia katakan, KPK harus melawan.
Mengenai dilaporkannya juru bicara KPK ke kepolisian, Billah tidak mempermasalahkannya. Ia mengatakan, pelaporan itu merupakan bagian dari proses hukum. Sebagai negara hukum, ia mengatakan, KPK harus menghormatinya. "Selama itu dalam koridor hukum," kata penasihat yang berasal dari kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) itu.
Billah datang ke Gedung KPK untuk menghadiri acara pelatikannya sebagai penasihat baru lembaga antikorupsi itu. Ia mempunyai latar belakang sebagai kandidat S3 program Sosiologi Universitas Universitas Indonesia (UI). Selain Billah, penasihat lainnya, Suwarsono hadir pula dalam acara pelantikan itu. Keduanya menggantikan posisi Abdullah Hehamahua dan Said Zainal Abiddin untuk menjadi penasihat KPK periode 2013-2017.
Mengenai terobosan baru setelah menjadi penasihat KPK, Billah belum mengungkapkannya. Ia mengatakan, harus mempelajari batasan yang ada dalam menjalani tugasnya. Ia tidak ingin memberikan masukan yang ngawur. "Kalau batasannya sempit, terobosan harus kuat. Kalau (batasannya lebar) diberi kesempatan dulu," kata dia.