REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Insentif bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) mutlak diperlukan untuk menggairahkan eksplorasi. Tanpa ada kegiatan yg menelan dana ratusan juta dolar AS itu, sulit berharap indonesia bisa mengerem penurunan produksi minyak dan gas, apalagi meningkatkan.
KKKS adalah pihak yang memiliki kontrak kerja sama dengan Pemerintah RI. Pemerintah dalam hal ini ialah Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini mengatakan, tahun 2012 sampai saat ini tercatat enam KKS besar hengkang dari indonesia karena keminiman insentif. "karena itu kami akan terus mengupayakan kepada pemerintah agar insentif tetap ada. Tanpa itu, berat sekali karna masa depan kita di laut dalam yg eksplorasinya ratusan juta dolar AS," kata dia di Balai Kartini, Selasa (28/5).
Perusahaan itu, kata Rudi, mau untuk meneruskan kegiatan eksplorasi mereka di Indonesia dengan sejumlah syarat. Di antaranya merubah pembagian sharing profit, yang intinya meningkatkan persentase keuntungan untuk mereka.
Upaya lain untuk mempertahankan produksi minyak dan gas bumi adalah menyederhanakan perizinan. Saat ini, untuk eksplorasi perlu 25 izin. Kini ESDM, Kemenkeu dan BKPM tengah mengkaji soal izin yg rumit itu.
Tahun 2013 ini digambarkan Rudi sebagai tahun tantangan industri migas. Itu pun hanya dengan target agar tidak terjadi penurunan produksi minyak dari 840 ribu barel per hari. Untuk itu diupayakan 258 sumur eksplorasi dan optimalisasi 1.728 sumur produksi tua.
Target 2014 hanya menaikkan produksi minyak menjadi 860 ribu barel per hari, sedangkan gas tetap sekitar 1.240 mmscfd.