REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pemerintah Myanmar memberlakukan pembatasan dua anak terhadap suku Rohingya di negara tersebut. Kebijakan ini dianggap sebagai langkah pemerintah Myanmar untuk membatasi persebaran dan keturunan dari suku yang menganut agama Islam ini.
"Itu tidak sah, pemerintah sengaja untuk membatasi Rohingya. Disebarkan tidak mau, dihabiskan suku-suku Rohingya," kata salah satu imigran gelap Rohingya yang berada di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar, Mohammad Thayub (42 tahun) kepada Republika saat acara Penyelenggaraan Publikasi Ditjen Imigrasi Kemenkumham 2013 di Bali, Selasa (28/5).
Saat ini Rudenim Denpasar menampung sebanyak 122 imigran gelap dari sejumlah negara, salah satunya suku Rohingya dari Myanmar. Berdasarkan data dari Rudenim Denpasar, sebanyak 32 orang dari suku Rohingya ditampung di Rudenim ini.
Thayub mengaku bersama istrinya terpaksa harus keluar dari Myanmar sejak 1988 lalu. Pasalnya Pemerintah junta militer Myanmar mulai memberlakukan kebijakan diskriminasi terhadap suku muslim Rohingya pada 1977.