REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA--Teori Bendungan Bernoulli diyakini masih bisa digunakan untuk menghentikan semburan lumpur Lapindo yang keluar dari pengeboran gas milik Lapindo Brantas Inc di Dusun Balongnongo, Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, sejak 29 Mei 2006.
"Kami masih yakin semburan lumpur yang berlangsung hingga sekarang itu bisa dihentikan dengan teori bendungan tersebut," ujar peneliti dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Djaja Laksana pada peringatan tujuh tahun semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu.
Kondisi tanggul yang ada saat ini, kata dia, sebenarnya mengadopsi Teori Bendungan Bernoulli menyusul ketinggian tanggul yang sudah mencapai belasan meter. "Kalau teori bendungan tersebut diberlakukan, semburan lumpur otomatis akan berhenti dengan sendirinya seiring dengan 'total head' yang dibentuk dari bendungan itu sendiri," ucapnya.
Ia menjelaskan, keuntungan lain dari pemanfaatan bendungan itu adalah seluruh lumpur di dalam kolam penampungan tersebut bisa dikembalikan lagi ke dalam perut bumi.
"Selanjutnya tidak akan ada lagi ancaman terjadinya amblasan tanah yang terus terjadi di kawasan Porong dan sekitarnya. Selama lumpur tetap menyembur, kondisi tanah akan mengalami amblasan sekitar dua sentimeter dalam setiap tahunnya," paparnya.
Ia khawatir akan terjadi amblasan tanah secara serentak yang tentunya mengganggu infrastruktur Porong dan sekitarnya. "Prinsip dari teori bendungan itu adalah menghentikan semburan dengan memasang bendungan yang terbuat dari rakitan pipa-pipa," katanya.
Pipa-pipa itu akan dirakit dan dipasang di sekitar semburan dengan ketinggian 50 meter, masing-masing pipa memiliki diameter 50 sentimeter dengan ketebalan 20 milimeter.
Ketika rakitan pipa dipasang mengelilingi pusat semburan, lumpur tidak akan mengalir meluas karena terhalang bendungan pipa itu.
Kemudian, lumpur akan memenuhi bendungan rakitan pipa sampai 50 meter ke atas dan setelah penuh diharapkan beban massa lumpur akan mematikan semburan.