REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sistem politik gentong babi telah terjadi sejak di Indonesia sejak zaman Orde Baru. Sistem ini menguat pascareformasi.
“Politik uang atau gentong babi sudah sejak zaman Pak Harto,” kata pengamat politik Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti ketika dihubungi ROL, Rabu (29/5).
Di zaman Orde Baru, format politik gentong babi cenderung terkoordinir. Politikus cukup 'memegang' satu orang tokoh yang berpengaruh di masyarakat untuk mewujudkan kepentingan politiknya. Namun saat ini, ketika sistem politik semakin liberal, politik gentong babi bergerak lebih liar.
“Sistem proporsional terbuka membuat politik uang sulit dikoordinasi,” ujar Ray.
Ray menjelaskan, sistem proporsional terbuka membuat persaingan politik individu menguat. Persaingan merebut kekuasaan tidak lagi terjadi antarinstitusi politik melainkan individu politik. Dalam konteks ini politisi tidak hanya bersaing dengan politisi yang berbeda partai tetapi juga sesame partai. “Lawan politik terdekat adalah rekan separtai di satu dapil,” imbuh Ray.
Kendati gejala politik gentong babi menguat di politisi namun hal ini tidak melulu efektif. Buktinya banyak tokoh-tokoh politik yang terkenal bermodal cekak berhasil menang dalam sejumlah pilkada. “Misalnya kemenangan Jokowi di DKI Jakarta dan Ganjar Pranowo di Jawa Tengah,” kata Ray menandaskan.