REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri sepatu di Indonesia kini terpukul akibat berbagai hal, diantaranya kebijakan Upah Minimum Kota / Kabupaten (UMK), birokrasi sampai impor ilegal. Ketua umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko mengatakan, sebenarnya sepatu buatan warga Indonesia sama dengan buatan negara-negara lain. Masing-masing mematuhi standar internasional.
“Namun ada yang mengatakan kalau kelebihan produk kita adalah lebih rapi. Tetapi kalau mengenai kerapian, sebenarnya sepatu buatan Vietnam, Cina, sampai Malaysia rapi,” ujarnya saat ditemui setelah acara gelar sepatu, kulit, dan fesyen 2013 di Jakarta, Kamis (30/5).
Mengenai tren penjualan sepatu, lanjutnya, juga terus meningkat. Ia menuturkan, tren penjualan produk sepatu buatan Indonesoa terus positif. Pada empat tahun yang lalu, penjualannya mencapai 1,6 miliar dolar AS, kemudian meningkat menjadi 2,2 miliar dolar AS, dan tahun 2012 lalu menembus angka 3,3 miliar dolar AS.
Untuk itu, industri sepatu Indonesia seharusnya dipertahankan. Menurutnya, pemerintah memang banyak membantu industri sepatu Indonesia, namun kendala-kendala masih dihadapi. Dia mengaku masih menghadapi kesulitan saat impor kulit, sehingga produksi sepatu kulit menjadi sulit.
Selain itu pihaknya masih harus menghadapi aktor-aktor seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). “Kebijakan UMK juga memukul kami,” ucapnya.
Dia menjelaskan, saat pihaknya mengambil kebijakan UMP, ternyata ada kelompok lain yang tidak setuju lalu melakukan unjuk rasa. Padahal, lanjutnya, unjuk rasa membuat negara tdak bisa maju. Akibat kebijakan UMK yang dirasa berat, sedikitnya 44 ribu karyawan industri sepatu dipecat. Mereka diberhentikan oleh para pengusaha akibat tidak diperbolehkannya kebijakan outsourcing.
Tidak hanya itu, tambahnya, akibat kenaikan harga sepatu, banyak calon pembeli membatalkan pesanannya yang akhirnya pihaknya harus memecat karyawannya. “Dengan adanya kebijakn UMK ini diperkirakan penjualan turun 10 persen,” katanya.
Dia mencontohkan produk sepatu di Cibaduyut, Bandung, Jawa Barat kini dibanjiri Produk dari Cina. Belum lagi, dalam jelang masyarakat ekonomi ASEAN (AEC) yang sebenarnya bisa jadi peluang. Tapi, tambahnya, impor untuk industri sepatu menjadi sangat luar biasa besar. “Impor resmi pada 2012 sebesar 800 juta dolar AS, dan tahun ini diperkirakan naik 15 persen,” ucapnya.
Sedangkan untuk impor semi legal untuk industri sepatu Indonesia, lanjutnya, diperkirakan mencapai empat kali lipat dari jumlah impor legal atau sekitar 2 miliar dolar AS. “Permainan impor ilegal terletak di forwarding apalagi ketika orang dalam bisa diajak. Mereka mencari pihak-pihak yang bisa diajak bekerja sama,” ucapnya.
Akibat impor ilegal itu, tambahnya, kerugian yang diderita negara mencapai triliunan rupiah. Kemudian, negara-negara seperti Vietnam, Kamboja, sampai Myanmar kini menjadi basis baru impor sepatu. “Usaha Kecil Menengah (UKM) juga tidak dibina tapi dibinasakan. Izin untuk mendirikan sepatu juga banyak, yaitu melalui 170 tahap,” ucapnya.
Dia menginginkan pemerintah mempertahankan sekira 500 industri sepatu, bahkan terus dikembangkan. Dia berharap, pemerintah membuat batasan impor. Meski demikian, dia mengakui kalau pemerintah sudah memfasilitasi Teknologi bahan baku yang lebih baik, sampai bunga bank rendah.