REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Uni Eropa pada Jumat (31/5) mengecam rencana Israel untuk membangun lebih dari 1.000 rumah baru untuk para pemukim di Yerusalem Timur. Mereka melihat rencana tersebut sebagai ancaman terhadap proses perdamaian.
Kepala Urusan Luar Negeri Uni Eropa (EU) Catherine Ashton mengatakan dia "terpaksa mengulangi kembali sikap yang telah lama EU anut" setelah laporan-laporan rencana pembangunan permukiman baru itu.
"Permukiman-permukiman itu tidak sah berdasarkan hukum internasional dan mengancam solusi perdamaian dua negara tidak mungkin terwujud," katanya dalam satu pernyataan.
Uni Eropa berulang-ulang mendesak Israel segera menghentikan semua kegiatan permukiman di Tepi Barat termasuk di Yerusalem Timur, katanya.
"EU tetap berpendapat bahwa perundingan-perundingan tetap merupakan jalan terbaik ... dan menegaskan kembali bahwa pihaknya tidak akan mengakui setiap perubahan pada perbatasan sebelum perang tahun 1967, termasuk menyangkut Yerusalem," kata Ashton.
Danny Seidean, direktur pemantau permukiman Jerusalem "Terrestrial Jerusalem" mengemukakan kepada AFP bahwa kontrak-kontrak bagi 300 rumah di permukiman Ramot di bagian timur laut daerah itu telah ditandatangani dan 797 kapling ditawarkan untuk dijual di permukiman Gilo, Jerusalem selatan, dekat kota Bethlehem di Tepi Barat.
Kedua daerah dari kota suci itu yang dihuni mayoritas warga Arab itu yang diduduki Israel dalam Perang Enam Hari tahun 1967 yang kemudian dianeksasi, satu tindakan yang tidak diakui oleh masyarakat internasional.