REPUBLIKA.CO.ID, ENDE – Dalam peringatan Hari Lahir Pancasila Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur, Wakil Presiden Boediono menyinggung keberadaan konflik dan ketegangan yang masih ada di Indonesia.
Menurutnya, hal tersebut sebagai cerminan sebagian masyarakat yang tidak memahami Pancasila.
“Ternyata masih ada sebagian masyarakat kita, sebagian yang amat kecil, yang belum juga memahami bahwa takdir Indonesia adalah hidup dengan kebhinekaan dan dalam kebhinekaan,” katanya saat memperingati Hari Lahir Pancasila di Lapangan Pancasila, dekat Taman Rendo, Ende, Sabtu (1/6).
Berabad-abad sebelum Republik Indonesia lahir, kebhinekaan itu sudah ada di bumi nusantara. Ia pun menyakini kebhinekaan akan tetap ada dan tidak bisa dihapuskan di masa mendatang. Karena itu, kebhineka harus dianggap sebagai amanah yang dirawat baik dan dipertautkan dalam persatuan.
“Kata Bung Karno, "semua untuk semua". Ini berarti Indonesia bukanlah hanya untuk umat Islam, bukan hanya untuk umat Kristen, bukan hanya untuk umat Hindu, Budha maupun Konghucu." ujarnya.
Ia menegaskan pula bukan hanya buat mereka yang datang dari sebelah Barat, bukan hanya buat yang hidup di sebelah Timur. "Semua untuk semua" berarti Indonesia tidak bisa hidup dengan apa yang disebut Bung Karno sebagai "egoisme". "Baik "egoisme agama", "egoisme suku", "egoisme hak milik" dan seterusnya,” katanya.
Artinya, lanjut Wapres, perbedaan yang ada di tanah air harus dikelola dengan arif dan efektif. Itusama artinya dengan bersikap "hormat-menghormati satu sama lain” kata Wapres. Karena itu pula, ia menilai tindakan kekerasan yang masih terjadi di tanah air bertentangan dengan cara berkeadaban itu.