Sabtu 01 Jun 2013 16:11 WIB

Kesaksian Warga di Penembakan Tito Kei

Rep: Irfan Abdurrahmat/ Red: Hazliansyah
Seorang polisi menjaga warung TKP penembakan Fransiskus Refra (Tito Kei) di perumahan Taman Tytian Indah, Medan Satria, Bekasi, Sabtu (1/6).
Foto: Antara/Paramayuda
Seorang polisi menjaga warung TKP penembakan Fransiskus Refra (Tito Kei) di perumahan Taman Tytian Indah, Medan Satria, Bekasi, Sabtu (1/6).

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Tito Refra Kei (44), adik John Kei tewas bersimbah darah akibat timah panas yang bersarang di kepalanya. Warga di sekitar Tempat Kejadian Perkara di Perumahan Taman Titian Indah, Kelurahan Kalibaru, Kota Bekasi, Jawa Barat, tidak menyangka suara ledakan yang mereka dengar bersumber dari letusan senjata api yang menewaskan Tito.

Dari informasi yang berhasil dihimpun Republika, Sabtu (1/6), warga mengira suara berasal dari ledakan ban motor biasa. Tipah (33 tahun), wanita yang bekerja sebagai penjual bensin eceran ini awalnya mengira suara ledakan yang didengarnya berasal dari ban yang meledak.

"Saya awalnya mendengar ada ledakan. Malam itu saya sedang melayani warga yang membeli bensin di lapak saya. Awalnya, saya kira itu hanya suara ban yang meledak," ujarnya.

Dengan penuh penasaran, Tipah mendekati lokasi kejadian.

"Saya langsung mendekati sumber suara yang berjarak sekitar 50 meter dari kios. Ternyata sumber ledakan berada di warung kopi Pak Ratim (70) yang ada di RT03 RW11. Begitu saya tiba disana, teman-teman Tito yang malam itu bermain kartu bersama Tito berteriak-teriak 'penembak penembak penembak'," ungkapnya.

Dia menyampaikan, suara ledakan terdengar dua kali. Penembak diduga lari ke arah belakang warung kopi milik Ratim.

"Suara ledakannya dua kali. Begitu di dekat warung kopi Ratim, teman-teman Tito langsung menolong Tito yang terkapar bersimbah darah. Beberapa warga yang di dekat TKP berusaha mengejar pelaku yang lari ke arah belakang," ceritanya. "Saya kaget begitu tahu ternyata Tito yang menjadi korban penembak misterius semalam," ujar Tipah.

Menurut dia, jenazah yang pertama kali dilihat adalah korban Ratim yang tergeletak bersimbah darah di samping warung kopinya yang berukuran 6x15 meter. "Terus saya juga lihat ada sejumlah orang yang sedang mengangkat tubuh Tito untuk dibawa ke Rumah Sakit Ananda," ujarnya.

Tipah sangat terpukul saat mengetahui Tito menjadi korban pada malam itu. Dia menceritakan, Tito merupakan sosok yang ramah terhadap warga. "Dia orangnya baik sekali sama tetangga di sini," gumamnya.

Hal serupa dikatakan Asih (52 tahun). Wanita berambut pendek ini sangat terkejut begitu mengetahui orang yang di kenal ramah selama ini tewas mengenaskan akibat ulah penembak misterius.

Menurut Asih, Tito dan sejumlah rekannya dikenal warga sekitar sebagai sosok yang ramah dan gemar berkomunikasi dengan masyarakat. Asih mengaku sering mendapati Tito dan rekannya bermain kartu di warung kopi tersebut untuk menghilangkan stres setelah lelah bekerja.

"Mereka tidak pernah berjudi kalau main kartu, hanya iseng saja membuang stres," katanya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement