REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Delapan calon presiden Iran untuk masa mendatang dianggap tak memberikan warna baru bagi negara itu. Terbukti dari debat pertama calon presiden yang disiarkan stasiun teleisi Iran.
Dikutip dari Al Arabiya, debat yang berlangsung selama empat jam itu gagal menunjukkan berbagai langkah nyata. Bahkan, terkesan menahan diri untuk tak menanyakan pertanyaan tajam kepada lawan mereka.
Apalagi masing-masing kandidat hanya diberikan waktu singkat untuk menjawab beberapa pertanyaan. Format debat ini, khususnya jawaban ganda dari pertanyaan mengenai cara menjalankan negara mengundang berbagai kritikan di dalam negeri Iran.
Para calon pun juga berpikir bahwa debat terlihat tak menarik dan seperti diatur. Reformis Mohammad Reza Arief mengecam pengaturan debat dan pertanyan yang dilontarkan.
''Anda harus membiarkan para calon mengembangkan rencana dan ide-ide,'' kata dia dikutip dari Al Arabiya, Sabtu (1/6).
Hal ini berarti tak ada yang ingin memiliki pemerintahan yang kuat. Menurut seorang warga, Amir (31 tahun), hampir semua kandidat mengkritik kebijakan pemerintahan Ahmadinejad.
Namun, mereka tak memberikan solusi bagaimana mengeluarkan Iran dari krisis ekonomi. Lebih dari itu, ia juga berharap debat dilakukan tatap muka sehingga bisa menantang satu sama lain.
Debat Presiden tatap muka dan saling menantang dilakukan seperti empat tahun lalu antara Ahmadinejad dengan capres pro reformasi, Hossein Mousavi dan Mehdi Karroubi.
Pemerintah menganggap debat seperti itu malah menyulut kerusuhan seperti yang terjadi pada 2009. Dalam debat tersebut masing-masing kandidat mengungkapkan cara mereka memecahkan masalah ekonomi.
Terutama dalam menghadapi sanksi internasional yang memang berusaha menghancurkan perekonomian Iran. Mohamad Reza Aref mengatakan jika ia memimpin pemerintahan maka ketergantungan kepada minyak akan dihilangkan.