REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tito Refra alias Tito Kei, adik dari John Kei tewas seketika setelah bagian kepalanya tertembak pada Jumat (31/5). Tewasnya sosok yang disebut-sebut sebagai pemimpin klan Kei di Jakarta menggantikan kakaknya itu meninggal ketika sedang bersantai di sebuah warung kopi di dekat rumahnya di Bekasi.
Misterius dan cepatnya kejadian yang menewaskan Tito dan pemilik warung mengindikasikan pembunuhan dilakukan oleh seorang profesional. Dugaan tersebut pun menyiratkan insiden penembakan ini bukan dilakukan oleh preman lawan dari kelompok Tito. Justru muncul kecurigaan bahawa pembunuhan Tito sudah masuk dalam sebuah agenda besar di Tanah Air.
Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Arthur Josias Simon mengatakan segala kemungkinan dalam praktik kriminalitas bisa saja terjadi. Demikian juga dengan adanya dugaan pembunuhan Tito merupakan sebuah konspirasi nasional mengingat negara sedang dalam kondisi terombang-ambing.
"Sekarang isu kenaikan BBM dan pengungkapan kasus Century makin besar, jadi ya bisa saja. Tidak ada yang tidak mungkin, butuh sesuatu yang mencuri perhatian untuk menutupinya" kata Arthur ketika dihubungi Republika di Jakarta, Senin (3/6).
Menurut Arthur, dunia kriminalitas merupakan sesuatu yang empuk untuk selalu dapat menghasilkan keuntungan. Dia mendefinisikan kehidupan hitam kejahatan bagaikan sebuah komoditas yang penuh manfaat.
Di satu sisi, para pelakunya dapat meraih segala hal dengan sangat bebas dan memberikan penghidupan bagi mereka serta keluarga.
Tapi di sisi lain, aktor-aktor kejahatan ini tak sadar mereka selalu dapat dimanfaatkan oleh pihak lain. Alhasil, semua manfaat ini menjadi sebuah komuditas yang dapat dimanfaatkan oleh siapapun yang memiliki kekuasaan besar di negeri ini.