REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah Amerika Serikat meluncurkan sanksi baru terhadap Iran yang menargetkan mata uang. Hal itu akan meningkatkan tekanan pada Teheran untuk meninggalkan program nuklirnya.
Seorang pejabat AS mengatakan, langkah tersebut akan memaksa lembaga melepas kepemilikan rial dan melemahkan mata uang. Ini adalah pertama kalinya AS langsung menarget mata uang Iran.
"Ini menjanjikan untuk membuat mata uang Iran lemah, bahkan lebih lemah dan lebih goyah. Idenya adalah untuk membuat rial tidak dapat digunakan di luar Iran, " ujar pejabat AS dilansir BBC.
Mata uang Iran telah turun secara signifikan terhadap dolar AS selama beberapa tahun terakhir. Pelemahan mata uang tersebut merupakan sanksi ke sembilan dari pemerintahan Presiden Barack Obama yang dijatuhkan terhadap Iran.
Sanksi lainnya juga mencakup sektor mobil di Iran. Sektor tersebut merupakan salah satu kunci perekonomian Iran. AS telah melarang penjualan atau pengalihan barang atau jasa yang akan digunakan untuk produsen mobil Iran.
"Ini adalah eskalasi sanksi yang serius karena administrasi sektor otomotif yang merupakan perusahaan terbesar kedua di Iran setelah sektor enrgi masuk daftar hitam," ujar Mark Dubowitz dari Yayasan Pertahanan Demokrasi.
Sementara, juru bicara Gedung Putih, Jay Carney mengatakan, masih ada solusi diplomatik bagi Iran. "Jika pemerintah Iran tetap seperti sekarang, tidak boleh ada keraguan Amerika Serikat dan mitra akan terus memaksakan peningkatan konsekuensi," ujarnya.