REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Mahkamah Konstitusi M. Akil Muhtar mengeluhkan, anggaran untuk MK untuk mengawal pesta demokrasi tahun ini dan tahun depan terus alami pemotongan.
Ia mencontohkan, anggaran untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun lalu Rp 270 miliar menjadi hanya Rp 190 miliar pada tahun ini karena dipotong DPR menjadi Rp190 miliar. Anggaran operasional MK dipotong tinggal Rp 170 miliar.
Dengan adanya program penghematan pemerintah di APBNP, ia menyakini akan ada pemotongan lagi hingga Rp8 miliar. "Jadi sekarang tinggal Rp150-an (miliar). Itu hanya bisa bertahan dengan penghematan yang luar biasa," katanya, Selasa (4/6).
Ia memperkirakan, dana tersebut sudah habis hingga Oktober. Sisanya, utang yang dibayarkan pada APBN tahun depan. Ia mengatakan, tidak mungkin MK absen sidang hanya karena anggaran.
Dalam sebulan, lanjutnya, ada sekitar 23 perkara diputuskan dengan kesesuaian anggaran yang ada. Kalau melebihi jumlah tersebut, anggaran sudah habis.
"Artinya November-Desember gak ada anggaran, tapi sidang harus terus diambil anggaran tahun depan. Oleh karena itu, karena tahun depan ada pileg pilpres, kita minta anggaran tambahan, sekitar 47 miliaran lah," katanya.
Permintaan tersebut akan ditujukan ke DPR. Ia mengatakan saat ini, banyak kegiatan non-sidang yang sudah dipotong. Misalnya sosialisasi untuk menghadapi pileg, temu wicara dengan parpol peserta pemilu, memberikan pengertian tentang konstitusi dan sistem beracara di MK.
"Ini semuanya hilang. Termasuk misalnya Pusdik Pancasila yang di Cisarua itu, yang baru dibangun itu, dalamnya gak ada apa-apa, anggarannya gak ada," katanya.
Menurutnya masyarakat perlu pendidikan politik. Tetapi anggaran tak ada. "Makanya saya bilang ke DPR waktu konsultasi, saya bilang, ini nanti sengketa-sengketa di MK ini gara-gara bapak-bapak juga," katanya.