CANBERRA -- Seorang wanita Australia telah mengungkapkan bagaimana dia dibiarkan mati di pinggir jalan Bali dalam sebuah insiden misterius. Statistik resmi menunjukkan ada seorang warga Australia meninggal di Bali setiap 12 hari.
Maria, wanita asal Australia ini diserang pada Maret lalu saat joging pagi di dekat lokasi resort nya di Seminyak, tak jauh dari Kuta. Belum ada penyelidikan Kepolisian setempat atas insiden itu. "Saya tidak tahu apa yang terjadi. Saya tidak tahu ada sesuatu di depan saya, atau ada sesuatu yang datang dari samping dan belakang saya," katanya.
Maria sempat pingsan dan tidak sadar. ''Saya tidak tahu berapa lama. Saya terbangun dan melihat ke bawah dan saya melihat darah mengalir ke bagian depan saya,'' ujarnya, pilu.
Maria tiba di klinik medis Bali di Seminyak – di luar kesadaran - dan tidak bisa menceritakan apa yang terjadi atau bagaimana ia sampai di sana. "Saya berbaring telentang dengan kepala di atas tempat tidur," katanya.
Dia dipindahkan ke Rumah Sakit Umum Kasih Ibu di Denpasar. Meskipun memiliki luka terbuka besar berukuran lima sentimeter dengan dua sentimeter, Maria keluar dari rumah sakit pada hari berikutnya.
Dokter menyatakan lukanya berasal karena dia pingsan dan mengatakan dia cukup sehat untuk terbang pulang.''Saya bahkan tidak bisa berjalan. Saya hanya terkejut bahwa saya dibiarkan di negara itu," katanya.
Setelah kembali ke Australia, Maria tetap kesakitan. Ia pun di scan di rumah sakit, dan betapa kagetnya ketika dirinya mendapatkan tengkoraknya retak.
Wisatawan di Bali khawatir
Insiden Maria adalah yang terbaru dari serangkaian laporan tentang kejahatan kekerasan terhadap warga Australia di Bali.
Rata-rata warga Australia yang meninggal di Bali terjadi setiap 12 hari dari sebab penyakit, kecelakaan, bunuh diri atau penyebab yang tidak diketahui, menurut statistik dari Departemen Luar Negeri (DFAT).
DFAT menolak permintaan ABC 7.30 's untuk diwawancara, namun seorang juru bicaranya mengatakan "tidak ada yang menunjukkan bahwa telah terjadi tren baru dalam jumlah serangan kekerasan di Bali".
Tapi para ekspatriat di Bali tidak setuju, mengatakan banyak serangan hanya saja tidak dilaporkan.
Richard Flax telah tinggal di Bali selama 25 tahun. Dia terlibat dalam kelompok tanggap darurat pulau itu, memberikan bantuan untuk wisatawan dalam kesulitan.
Ia mendirikan sebuah halaman Facebook yang disebut ‘Mugged in Bali’ dan kewalahan dengan respons yang diperoleh. Lebih dari 500 orang memposting pengalaman mereka. "Kendati kelihatannya yang menjadi sasaran adalah warga barat terutama gadis-gadis, itu juga sebanyak warga Indonesia alami, sehingga tidak selalu berhubungan dengan ras," katanya.
Turis jadi sasaran
Clare McAlaney, mantan perwira polisi Negara Bagian Victoria yang telah tinggal di Bali selama 18 bulan, juga pernah menjadi sasaran. Dia dirampok di Bali pada Januari lalu saat mengendarai motor bersama suaminya.
Dia terseret sampai 20 meter, beruntung dia bisa melarikan diri dan hanya menderita memar serius. "Kami naik motor kami di malam hari - dan tentunya itu adalah sesuatu yang saya tidak akan sarankan kepada para wisatawan," katanya.
Passangan Flax McAlaney diminta kesaksiannya oleh polisi Bali dan mengatakan pihak berwenang akan mengambil tindakan serius. Juru bicara polisi Bali, Hariadi mengatakan bahwa "secara umum keamanan di Bali relatif baik". "Dalam kasus-kasus yang sering terjadi untuk wisatawan asing, itu sebagian besar konvensional [kasus] seperti kasus copet, atau kadang-kadang pencurian dengan kekerasan atau perampokan bersenjata, kadang-kadang terjadi pada siang hari," katanya.