REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konflik di Suriah dinilai sudah memerlukan kehadiran pasukan penjaga perdamaian dari PBB. Intervensi itu dibutuhkan menyusul ditemukannya indikasi penggunaan senjata kimia di wilayah konflik tersebut.
"PBB seharusnya mengutus pasukan penjaga perdamaian ke Suriah karena indikasi dan bukti penggunaan senjata kimia itu cukup kuat menjadi alasan intervensi secara langsung," kata pengamat hubungan internasional IAIN Ar-Raniry Banda Aceh Fuad Mardhatillah saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (6/5).
Menurut Fuad, penempatan pasukan perdamaian PBB di Suriah, setidaknya dapat memberikan pengamanan kepada masyarakat sipil yang tidak terlibat dalam perang saudara tersebut.
Akan tetapi, Fuad menegaskan perlunya identifikasi penggunaan senjata kimia secara menyeluruh, terutama untuk memastikan siapa pemilik, pengguna, dan pemasoknya.
Fuad mengatakan bahwa temuan-temuan tersebut berpotensi meningkatkan upaya dunia internasional lebih masuk ke dalam wilayah konflik. "Ini bisa jadi justru meningkatkan upaya-upaya internasional agar masuk lebih dalam karena indikator penggunaan senjata kimia ini harus lebih diteliti lebih lanjut dari mana asal usulnya," ujar Fuad.
Sementara itu, juru bicara Gedung Putih pada hari Selasa (4/6) waktu setempat menyatakan bahwa pihaknya masih membutuhkan bukti tambahan terkait dengan penggunaan senjata kimia di Suriah sebelum membuat keputusan lebih lanjut.
Sejak Maret 2011, pertempuran antara prajurit Pemerintah Suriah dan pasukan oposisi, yang berusaha menggulingkan Presiden Bashar al-Assad, telah menewaskan lebih dari 70.000 orang, dan membuat 6,8 juta orang memerlukan bantuan. Selain itu, PBB memperkirakan sebanyak 1,5 juta orang Suriah telah meninggalkan negara mereka guna menyelamatkan diri dari konflik.