Rabu 05 Jun 2013 20:38 WIB

Bandar Brano, Si Gipsi yang Percaya Keesaan Tuhan

Rep: Agung Sasongko/ Red: Karta Raharja Ucu
Mualaf (ilustrasi).
Foto: blogspot.com
Mualaf (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, PRAHA -- Bandar Brano dibesarkan dalam keluarga sederhana. Ayahnya seorang ateis dan ibunya penganut Kristen taat. Melalui ibunya, Brano mendapatkan fondasi keimanan Kristen.

Ketika usia 12 tahun, Brano mulai mendapatkan pendidikan agama secara resmi. Ini terjadi ketika Ceko lepas dari kekuasaan komunis.

Saat itu, semangat Brano untuk mendalami ajaran Kristen kian besar. Ia begitu antusias menanti pembaptisannya. "Saya sewaktu kecil gemar berdoa, membaca Alkitab, rutin menghadiri misa dan melayani gereja," kenang Brano seperti dikutip onislam.net, Jumat (31/5).

Antusiasme Brano untuk dibaptis surut ketika gereja menolak keinginannya. Brano baru mengetahui orang tuanya tidak menikah di gereja. Ogah menyerah, Brano meminta bantuan orang tuanya. Tapi, usahanya sia-sia, sebab gereja tetap menolak.

Sejenak melupakan masalah itu, Brano mencari pelarian dengan memilih kelas etika ketimbang studi agama. Pilihan ini tidak terlepas dari rasa kekecewaannya terhadap perlakuan gereja.

"Saya tidak butuh pembaptisan atau misa gereja. Jadi, saya mulai berhenti berdoa dan membaca Alkitab," katanya.

Efek dari pernikahan orang tua Brano rupanya tidak hanya berdampak pada penolakan gereja, tetapi juga perlakuan rasis teman sekolah, tetangga, guru dan lingkungan di sekitarnya. Sebagian dari mereka menilainya bagian dari gipsi yang tidak beradab.

"Saya tidak lagi memiliki teman karena mereka takut dengan identitas saya," tuturnya.

Beranjak dewasa, emosi Brano mulai tidak stabil. Ia mulai bertengkar dengan kedua orang tuannya. Suatu hari, ia meninggalkan rumah. Ketika meninggalkan rumah, ia bertemu tiga pelajar Muslim Sudan. Pertemuan ini mengubah jalan hidupnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَاِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّ اَرِنِيْ كَيْفَ تُحْيِ الْمَوْتٰىۗ قَالَ اَوَلَمْ تُؤْمِنْ ۗقَالَ بَلٰى وَلٰكِنْ لِّيَطْمَىِٕنَّ قَلْبِيْ ۗقَالَ فَخُذْ اَرْبَعَةً مِّنَ الطَّيْرِفَصُرْهُنَّ اِلَيْكَ ثُمَّ اجْعَلْ عَلٰى كُلِّ جَبَلٍ مِّنْهُنَّ جُزْءًا ثُمَّ ادْعُهُنَّ يَأْتِيْنَكَ سَعْيًا ۗوَاعْلَمْ اَنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌحَكِيْمٌ ࣖ
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati.” Allah berfirman, “Belum percayakah engkau?” Dia (Ibrahim) menjawab, “Aku percaya, tetapi agar hatiku tenang (mantap).” Dia (Allah) berfirman, “Kalau begitu ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah olehmu kemudian letakkan di atas masing-masing bukit satu bagian, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.” Ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.

(QS. Al-Baqarah ayat 260)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement