REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj mengecam keras aksi bom bunuh diri yang terjadi di Markas Kepolisian Resor Poso pada Senin 3 Juni 2013 meski tidak menimbulkan korban jiwa lain kecuali pelaku. "Karena apapun tindakan pengeboman tidak bisa dibenarkan," kata Said Aqil di Jakarta, Rabu (5/6).
"Sebagai orang Indonesia, saya nyatakan bahwa cara-cara seperti itu bukan Islam ala Indonesia," tambah doktor lulusan Universitas Ummul Qura, Mekkah, Arab Saudi tersebut.
Said Aqil mengatakan masyarakat, baik Muslim maupun non-Muslim, harus bersatu melawan terorisme dan radikalisme. Ia menengarai aksi bom bunuh diri itu sebagai dendam terhadap aparat, karena itu diharapkan aparat berwenang lebih persuasif dan profesional dalam menangani terorisme.
"Aparat yang berwenang juga harus bisa lebih luwes, bukan dengan cara kekerasan yang membabi buta," kata Said Aqil. Meski demikian, lanjut Said Aqil, dengan adanya insiden ini, peran Densus 88 harus lebih diperkuat dengan melakukan evaluasi mendalam sehingga kejadian serupa tidak terjadi kembali.
"Jangan lagi terulang kejadian-kejadian seperti salah tangkap dan tindakan lain yang tidak perlu," katanya.
Said Aqil menilai penanganan terorisme yang dilakukan aparatur pemerintah selama ini cenderung reaksioner. Seharusnya dalam persoalan ini lebih mengedepankan pendekatan dengan memberikan pemahaman yang benar.
"Jika masih terjadi serangkaian kasus seperti ini akan menimbulkan kesan pembiaran. Membiarkan radikalisme agama berkembang sama artinya sengaja membiarkan pelanggaran demi pelanggaran kemanusiaan terjadi di waktu-waktu mendatang," katanya.
Menurut dia, pemahaman yang kurang memadai cenderung membuat pemeluk agama menjadi fanatik sempit. Seperti memahami jihad semata sebagai tindakan kekerasan yang dibenarkan agama, sama dengan kesalahan memahami Indonesia hanya sebatas Pulau Jawa.
"Kata jihad kini terkesan angker, sarat dengan pemahaman yang serba fisik. Tetapi, istilah jihad ini pula yang akhir-akhir ini membuat nama Islam di kancah internasional lebih mendapat sisi peyoratifnya dibanding positifnya. Tak lain, hal ini muncul karena penyempitan makna jihad," katanya.
sumber : Antara