REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) segera menandatangani kerja sama dengan "Suspicious Transaction Reporting Office (STRO) lembaga sejenis PPATK dari Singapura untuk mengejar aset hasil kejahatan para koruptor.
"Diharapkan pada Juni ini akan ditandatangani di Jakarta," kata Ketua PPATK Muhammad Yusuf, saat acara diskusi dengan media massa di Bogor, Senin (10/6).
Kerja sama ini kata Yusuf didorong rasa penasaran terhadap banyak dugaan aset hasil kejahatan para koruptor yang dilarikan ke Singapura. Setiap kali PPATK bertanya mengenai transaksi pelaku kejahatan keuangan selalu dimentahkan Singapura.
"Mereka selalu menjawab, 'tidak ada dalam database kami'," katanya.
Belakangan, seorang pejabat Singapura mengaku, data mereka sangat lengkap dan detil. Hanya saja, sesuai undang-undang, mereka hanya bisa berbagi data dengan negara yang sudah ada perjanjian sebelumnya.
"Mereka bilang, bisa dibuka datanya asal ada MoU sebelumnya," katanya. Karenanya, pihaknya segera melapor pada presiden dan berkonsultasi dengan Kementerian Luar Negeri.
Atas kondisi itulah, lanjut M Yusuf, PPATK melakukan diskusi dan pertemuan dengan pejabat STRO Singapura di kantornya.
STRO Singapura menjanjikan jika ada kerja sama akan memberikan data yang akan dibutuhkan oleh PPATK guna mengungkap harta hasil kejahatan tersangka tindak pidana pencucian uang.
"Sehingga hasil pertemuan di Singapura langsung saya laporkan ke Presiden (SBY) dan beliau menyetujui untuk melakukan kerja sama," katanya.
M Yusuf mengatakan bahwa PPATK akan mengirimkan draft MoU ke Singapura dalam secepatnya. "Jika mereka setuju, maka kami akan segera menetapkan tanggalnya, dan saya target Juni ini ditandatangani," kata M Yusuf.