Selasa 11 Jun 2013 16:01 WIB

Penyaluran Bansos Bermasalah di 2012 Capai Rp 31,66 Triliun

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Nidia Zuraya
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (ilustrasi).
Foto: www.arsipberita.com
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Realisasi belanja bantuan sosial (bansos) dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tercatat Rp 75,62 triliun atau 93,69 persen dari total anggaran sebesar Rp 80,72 triliun. Ketua BPK Hadi Poernomo mengatakan BPK selalu mengungkapkan adanya kelemahan pengendalian dalam belanja bansos. 

Pemerintah, ujar Hadi, telah memperbaiki mekanisme penyaluran bansos. Namun, dalam pemeriksaan 2012, BPK masih menemukan permasalahan penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban bansos senilai Rp 31,66 triliun.

"Sebagian masalah tersebut ada yang berpengaruh terhadap kewajaran laporan keuangan," ujar Hadi saat menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LKPP 2012 kepada DPR dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa (11/6).

Lebih lanjut, Hadi mengatakan BPK juga menemukan adanya belanja bansos yang digunakan untuk pengadaan sarana/prasarana dan belanja operasional satuan kerja pemerintah pusat atau daerah. Hal tersebut tentunya, kata Hadi, tidak sesuai dengan hakekat belanja bansos yaitu untuk membantu masyarakat agar tidak timbul masalah sosial. 

Atas hal itu, Hadi menilai pemerintah perlu menetapkan klasifikasi anggaran dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) sesuai dengan ketentuan, memberikan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran penggunaan bansos serta membuat aturan yang lebih tegas tentang kriteria penggunaan belanja bansos, mekanisme pertanggungjawaban dan perlakukan sisa dana bansos pada akhir tahun. "Hal tersebut guna memastikan belanja bantuan sosial memang efektif untuk menanggulangi resiko sosial," kata Hadi. 

Jumlah anggaran bansos selama lima tahun terakhir terus meningkat. Per 2008 jumlahnya Rp 57,74 triliun, sedangkan pada 2012 melonjak menjadi Rp 80,72 triliun.

BPK juga menemukan adanya belanja bansos sebesar Rp 1,91 triliun yang masih mengendap di rekening pihak ketiga dan/atau rekening penampungan kementerian/lembaga dan tidak disetor kepada negara. Kemudian terdapat penggunaan belanja bansos yang tidak sesuai sasaran sebesar Rp 269,98 miliar. 

Anggota BPK Ali Masykur Musa menambahkan terkait belanja bansos Rp 1,91 triliun yang masih mengendap, Ali menyebut dananya telah dicairkan. "Tapi belum disalurkan.  Ada kecenderungan yang penting dicairkan dulu dan menurut BPK itu cara yang tidak tepat," ujar Ali. 

Terkait alokasi yang terus meningkat, Ali mengatakan BPK menyarankan kepada pemerintah agar belanja bansos dimasukkan ke dalam masing-masing K/L dalam bentuk lain. Terlebih lagi sistem penganggaran belanja bansos, kata dia, masih tak tepat sasaran. "Saya tak akan bicara tuk kepentingan apa," ujar Ali.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement