REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sosiolog Industri dan Ketenagakerjaan Universitas Indonesia (UI), Nadia Yovani mengungkapkan dokumen kelengkapan para TKI khususnya yang bekerja pada sektor informal (TKI-PLRT) sering kali tidak lengkap.
"Hal tersebut dikarenakan pengurusan dokumen di Indonesia dipenuhi dengan agen dan calo yang ambil jalan pintas dan tidak mengikuti prosedur yang benar," kata Nadia dihubungi, Rabu (12/6).
Nadia menuturkan, ketika TKI tiba di tempat tujuan seperti Jeddah, Arab Saudi, data mereka tidak terdaftar akibat tidak lengkapnya dokumen. Jumlah TKI yang seperti ini, tuturnya, tidak sedikit. Sedangkan jumlah tenaga sekretariat Atase Nakertrans di tempat tujuan seperti Jeddah sangat terbatas. "Jumlah pelayan publiknya tidak sebanding dengan publik yang dilayani," ujar Nadia.
Akibatnya, banyak kawan-kawan relawan yang bekerja untuk membantu. Relawan tersebut adalah TKI yang dianggap memang mempunya kompetensi membantu. "Jadi tidak asal main membantu," sebut Nadia.
Namun, karena kurangnya sosialisasi akan aturan dan prosedur yang dibantu, para relawan itu bekerja berangkat dari pemahaman mereka akan proses yang ada. Jumlah relawan ini pun tidak cukup untuk atasi kasus yang ada.
"Para TKI sendiri biasanya punya karakter ingin cepat selesai sehingga seringkali minta didulukan dengan memberi sejumlah uang. Ini bagian dari budaya masyarakat Indonesia yang tidak sabar mengikuti prosedur yang ada," tutur Nadia. Di sisi lain, masih kata Nadia, ada oknum relawan juga yang memanfaatkan kondisi ini dengan meminta sejumlah uang untuk imempercepat proses yg dibutuhkan oleh TKI tersebut.