Kamis 13 Jun 2013 15:02 WIB

Ketika Pesepak Bola Muslim Menolak Israel

Rep: Israr Itah/Angga Indrawan/ Red: Heri Ruslan
Frederic Kanoute
Foto: africahit.com
Frederic Kanoute

REPUBLIKA.CO.ID, Sudah 65 tahun berlalu sejak perang antara Israel menghadapi koalisi sejumlah negara Arab pecah pada 15 Mei 1948 di semenanjung Sinai. Walaupun perang telah lama berhenti dan beberapa negara Arab yang awalnya memerangi Israel kini telah mundur, korban jiwa terus berjatuhan hingga kini. Palestina yang wilayahnya terus berkurang karena dicaplok Israel menjadi korban.

Saking lamanya masalah kemanusiaan ini tak terselesaikan, warga dunia seolah menjadi terbiasa menyaksikan kekejaman Israel. Hingga, pada 10 November 2012 terjadi sebuah peristiwa tragis. Tentara Israel mengebom stadion olahraga di Gaza. Empat anak muda yang tengah bermain bola menjadi korban. Kakak beradik Mohamed Harara (16 tahun) dan Ahmed Harara (17), Matar Rahman (18), serta Ahmed Al Dirdissawi (18) meregang nyawa dan akhirnya kembali ke Sang Pencipta.

Frederic Kanoute dan sejumlah pesepak bola Muslim lainnya terusik. Apalagi, sebelumnya mereka mendapatkan informasi bahwa dua pesepak bola dari klub Al Amari, Omar Rowis (23) dan Mohammed Nemer (22), ditahan militer Israel tanpa pengadilan.

“Tidak bisa diterima anak-anak dibunuh saat mereka bermain sepak bola. Israel menjadi tuan rumah Piala Eropa U-21. Dalam hal ini, penunjukan ini bisa dilihat sebagai hadiah atas tindakan Israel yang sama sekali bertentangan dengan nilai-nilai keolahragaan,” tulis pernyataan yang diterbitkan di www.kanoute.com tahun lalu.

Selain melontarkan kecaman, pernyataan ini meminta agar warga Palestina mendapatkan kesamaan hak sebagai manusia. Di bawahnya, tertulis sejumlah nama pesepak bola terkenal, di antaranya, gelandang Chelsea Eden Hazard. Belakangan, Hazard membantah ikut menandatangani petisi ini.

Bukan hanya itu perlakuan semena-mena Israel terhadap pesepak bola. Pada Juli 2009, pesepak bola profesional Palestina Mahmoud Sarsak dibui oleh Pemerintah Israel karena dituduh terlibat aktif dalam gerakan jihad Islam Palestina. Saat itu, Sarsak diamankan dalam perjalanan menuju klub barunya Balata Youth di utara Tepi Barat.

Sarsak dipenjara selama tiga tahun tanpa tuduhan jelas. Israel enam kali melakukan perpanjangan penahanan. Sarsak hilang kesabaran dan menggelar aksi mogok makan mulai 19 Maret 2012. Aksinya mengundang simpati sejumlah tokoh dunia, termasuk Presiden FIFA Sepp Blatter. Sarsak akhirnya dibebaskan pada 12 Juli 2012 setelah tiga bulan mogok makan. Sarsak lebih beruntung dibandingkan Zakaria Issa, seorang pesepak bola Palestina yang delapan tahun dipenjara sebelum meninggal karena kanker tahun lalu.

Sarsak menjadi salah satu motor gerakan menolak penyelenggaraan Piala Eropa U-21 di israel. "Dengan memberikan dukungan untuk Piala Eropa U-21 yang akan diselenggarakan di Israel, UEFA sedang memperbaharui diskriminasi ras dan menyetujui apa yang mereka lakukan terhadap Palestina," kata Sarsak dalam sebuah wawancara seperti diterbitkan Reuters, akhir pekan lalu.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement