REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Aksi penolakan terhadap kenaikan harga Bahan Bakar Minyak
(BBM) masih terus berlangsung. Puluhan anggota Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Yogyakarta melakukan aksi damai penolakan kenaikan harga BBM, Kamis (13/6).
Aksi dimulai dari Taman Parkir Abu Bakar Ali, kemudian berjalan ke DPRD DIY dan berakhir di titik nol kilometer Malioboro Yogyakarta.
Koordinator Aksi Firma Andriani dalam aksinya mengatakan komponen subsidi BBM di APBN yang hanya 12 persen, nilainya sangat kecil apabila dibandingkan dengan dengan anggaran belanja aparatur negara yang mencapai 79 persen dari APBN.
Selanjutnya dalam orasinya, Mahdi mengemukakan kesalahan pengelolaan energi menjadi sumber penyebab utama kacaunya konsumsi energi. Bukannya subsidi BBM yang dituding menjebol APBN dari tahun ke tahun.
Oleh sebab itu IMM DIY mengajukan beberapa tuntutan kepada pemerintah yakni: transparan dalam pengelolaan APBN, renegosiasi perusahaan migas, distribusi BBM yang merata, perbaikan transportasi umum dan tolak budaya konsumtif.
Wakil Ketua DPRD DIY Tutik M. Widyo saat menemui para mahasiswa yang melakukan aksi mengatakan mendukung apa yang disuarakan oleh mahasiswa yang berpihak kepada rakyat. Dan dia berpesan agar para mahasiswa tersebut tidak melanggar hukum dan tertib dalam melakukan aksi.
Sehari sebelumnya, Rabu (12/6) para buruh di Yogyakarta mengeluarkan petisi penolakan kenaikan harga BBM bersubsidi yang direncanakan pemerintah.
Petisi tersebut ditandatangani sejumlah buruh yang berasal dari berbagai elemen dan mendapatkan dukungan dari elemen mahasiswa, LSM dan pedagang kaki lima, di di Kantor DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Yogyakarta.
Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY Kirnadi mengatakan penolakan kenaikan harga BBM yang dilakukan memiliki dasar sama dengan bentuk penolakan kenaikan tarif dasar listrik atau TDL (Tarif Dasar Listrik). Kenaikan BBM mengakibatkan turunnya daya beli buruh, buruh dan masyarakat kecil semakin terjepit.