REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polemik yang terjadi mengenai tidak dibolehkannya polisi wanita (Polwan) untuk mengenakan jilbab menimbulkan rekasi dari salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia. Seperti diketahui melalui Keputusan Kapolri No Pol: Skep/702/IX/2005, polwan harus mengikuti aturan penyeragaman pakaian dinas polisi.
Salah satu anggota Pengurus Pusat Muhammadiyah, Ati mengatakan, pihak kepolisian harus menghargai keinginan polwan yang ingin menggunakan jilbab. Menurutnya, ini terkait spesifiknya sebuah keputusan. Sebenarnya, kata dia, keputusan harus dikaji terlebih dahulu.
''Masak orang yang mau dapat hidayah dihalangi,'' kata Ati ketika dihubungi, Sabtu (15/6). Menurut Ati, jika ada polwan yang ingin memakai jilbab harus difasilitasi. Kebijakan pemimpin Polri diharapkan untuk menyelesaikan permasalahan ini.
Jilbab merupakan pakaian wajib seorang wanita muslim untuk menutup auratnya. ''Pemakaian jilbab adalah ibadah bagi wanita muslim,'' katanya.
Penyeragaman yang digembar gemborkan dalam keputusan tersebut tidak tepat jika sampai melanggar keinginan orang untuk beribadah. Menurut Ati, Pengurus Pusat Muhammadiyah akan mendukung setiap keinginan wanita muslim, siapa pun itu, untuk menjalankan ibadah, termasuk mengenakan jilbab. ''Toh itu tidak ada halangan (mengenakan jilbab) kan untuk melakukan tugas,'' katanya.