Sabtu 15 Jun 2013 08:40 WIB

Polri Diminta Tak Halangi Orang yang Dapat Hidayah

Rep: Wahyu Syahputra/ Red: Dewi Mardiani
Sejumlah anak berjilbab mengenakan seragam Polwan mengikuti kegiatan Lomba Polisi Cilik  dalam rangka Hari Bhayangkara ke-67 di Blok M Square, Jakarta Selatan, Sabtu (8/6).
Foto: Republika/Prayogi
Sejumlah anak berjilbab mengenakan seragam Polwan mengikuti kegiatan Lomba Polisi Cilik dalam rangka Hari Bhayangkara ke-67 di Blok M Square, Jakarta Selatan, Sabtu (8/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polemik yang terjadi mengenai tidak dibolehkannya polisi wanita (Polwan) untuk mengenakan jilbab menimbulkan rekasi dari salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia. Seperti diketahui melalui Keputusan Kapolri No Pol: Skep/702/IX/2005, polwan harus mengikuti aturan penyeragaman pakaian dinas polisi.

Salah satu anggota Pengurus Pusat Muhammadiyah, Ati mengatakan, pihak kepolisian harus menghargai keinginan polwan yang ingin menggunakan jilbab. Menurutnya, ini terkait spesifiknya sebuah keputusan. Sebenarnya, kata dia, keputusan harus dikaji terlebih dahulu.

''Masak orang yang mau dapat hidayah dihalangi,'' kata Ati ketika dihubungi, Sabtu (15/6). Menurut Ati, jika ada polwan yang ingin memakai jilbab harus difasilitasi. Kebijakan pemimpin Polri diharapkan untuk menyelesaikan permasalahan ini.

Jilbab merupakan pakaian wajib seorang wanita muslim untuk menutup auratnya. ''Pemakaian jilbab adalah ibadah bagi wanita muslim,'' katanya.

Penyeragaman yang digembar gemborkan dalam keputusan tersebut tidak tepat jika sampai melanggar keinginan orang untuk beribadah. Menurut Ati, Pengurus Pusat Muhammadiyah akan mendukung setiap keinginan wanita muslim, siapa pun itu, untuk menjalankan ibadah, termasuk mengenakan jilbab. ''Toh itu tidak ada halangan (mengenakan jilbab) kan untuk melakukan tugas,'' katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement