REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VII dari PDIP Effendi Simbolon menyatakan menelan pil pahit setelah kalah voting dalam penentuan kenaikan harga BBM, Senin (17/6) malam. Ia merasa prihatin banyak partai yang tidak punya hati nurani dan hanya memikirkan kepentingan sendiri karena sepakat menaikkan harga BBM.
Ia pun menyerahkan pengawasan pemberian BLSM sebagai kompensasi kenaikan harga BBM kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Kalau sampai ada penyalahgunaan BLSM, KPK harus bertindak," ujarnya, Selasa (18/6).
Ia juga menyayangkan pemerintah dan anggota koalisi yang enggan mendengar jeritan buruh, nelayan, dan petani yang merasakan mahalnya harga barang-barang kebutuhan pokok.
"Mahasiswa dan buruh jauh lebih memiliki hati nurani dari pada SBY dan kabinetnya. Luar biasa, mereka begitu buta hati nurani karena tidak mampu melihat kenyataan kaum dhuafa yang akan merasakan kenaikan harga BBM secara langsung," ujar Effendi.
Kenaikan harga BBM ini, ujar Effendi, merupakan bentuk dari kegagalan total manajemen pemerintahan SBY. Selama ini mereka sudah diberi kesempatan untuk mengembangkan energi alternatif baru namun tidak pernah dilakukan. "Tetap saja, semuanya menggunakan BBM," ujarnya.
Sebenarnya, kata Effendi, sudah menjadi kewajiban negara untuk membantu masyarakat. Pemerintah tidak harus menaikkan harga BBM dulu untuk membantu masyarakat yang miskin.