REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Rencana kenaikan harga BBM dinilai memberatkan nasib nelayan. Untuk mengimbangi kenaikan tersebut, mereka mengajukan sejumlah tuntutan. Antara lain, penghapusan pungutan hasil perikanan (PHP) dan retribusi.
"Kalau memang harga BBM naik, maka nelayan Indonesia menuntut PHP dan retribusi dihapus," ujar Ketua DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jawa Barat, Ono Surono, Rabu (19/6).
Selain itu, lanjut Ono, nelayan juga menuntut agar ada pemberian subsidi BBM sebesar 15 persen dari harga umum khusus untuk nelayan. Hal itu seperti yang berlaku di Korea. Dengan demikian, nasib nelayan tetap terlindungi.
Ono menambahkan, nelayan juga harus diberikan kompensasi atau bonus untuk setiap kilogram ikan yang dijual di tempat pelelangan ikan (TPI). Kondisi tersebut seperti yang terjadi di Cina.
"Pemerintah juga harus membangun/membentuk bufferstok ikan atau bulog perikanan," kata Ono.
Ono juga menuntut pemerintah untuk memberikan bantuan BBM kepada nelayan untuk setiap satu kali perjalanan. Ditambah lagi, ada pembangunan SPBN/SPBU nelayan di seluruh sentra nelayan agar distribusi BBM lancar.
Ono mengungkapkan, khusus untuk di Kabupaten Indramayu, jumlah SPBN yang saat ini tersedia baru ada empat buah. Yaitu di sentra perikanan dan kelautan di Desa Karangsong, Kecamatan Indramayu, Desa Eretan Wetan dan Eretan Kulon Kecamatan Kandanghaur, dan Desa Dadap Kecamatan Juntinyuat. Padahal idealnya jumlah SPBN di Indramayu mencapai 14 buah," tutur Ono.
Ono mengatakan, minimnya jumlah SPBN di sentra perikanan dan kelautan menyebabkan pasokan BBM jenis solar untuk nelayan tidak selalu terpenuhi. Nelayan pun harus memenuhinya dengan membeli solar di SPBU.