REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Rencana kenaikan harga BBM telah membuat resah ribuan nelayan tradisional di Kabupaten Indramayu. Apalagi, saat ini nelayan sedang mengalami masa paceklik akibat menurunnya hasil tangkapan di laut.
Salah seorang nelayan Desa Singaraja, Kecamatan Indramayu, Taryono mengungkapkan, kenaikan harga BBM membuat biaya melaut menjadi membengkak. Apalagi, BBM merupakan komponen utama dalam melaut. "Kenaikan harga BBM juga diikuti kenaikan bahan-bahan pokok lainnya," keluh Taryono, Rabu (19/6).
Taryono mengungkapkan, meski belum secara resmi dinaikkan, namun rencana kenaikan harga BBM sudah membuat nelayan susah. Karena nelayan menjadi sulit memperoleh BBM di SPBU. "SPBU membatasi pembelian solar untuk nelayan," tutur Taryono.
Akibatnya, terang Taryono, nelayan jadi tidak bisa leluasa melaut akibat kekurangan bahan bakar untuk kapal. Bahkan, tak sedikit nelayan yang terpaksa berhenti melaut akibat tidak bisa mendapatkan solar.
Hal senada diungkapkan nelayan lainnya, Durya. Dia mengatakan, untuk membiayai keluarganya, kini terpaksa menjadi tukang odong-odong. "Sudah sepekan ini saya jadi tukang odong-odong karena tidak bisa melaut," kata Durya.
Salah seorang juragan kapal, Robani Hendra Permana menyatakan, kenaikan harga solar akan paling dirasakan dampaknya oleh nelayan kecil yang memiliki perahu di bawah 5 GT. Padahal, secara kuantitatif, nelayan di sepanjang pesisir pantura Jawa Barat justru paling banyak adalah nelayan dibawah 5 GT.
Karenanya, Robani berharap agar pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap nasib nelayan. Seperti misalnya di negara tetangga Malaysia dan Thailand, pemerintahnya memberikan harga subsidi khusus untuk nelayan. Dengan demikian, nasib nelayan tetap terlindungi meski harga BBM naik. "Apalagi kita (Indonesia) yang merupakan negara kepulauan," tegas Robani.