Jumat 21 Jun 2013 10:47 WIB

Imam Safi'i: Bintang yang Berserak

Erick Yusuf
Foto: republika
Erick Yusuf

REPUBLIKA.CO.ID,  Bismillahirrahmaanirrahiim,

Dahulu Eyang Papih (begitulah saya memanggil kakek dari ibu), berpesan, “Hati-hati dalam mengikuti ajaran mazhab agama. Kita itu mazhabnya Safi’i."

Sekitar awal tahun 80-an, informasi tentang agama sedikit sekali. Buku-buku agama pun tidak terlalu banyak seperti sekarang. Sayapun tidak paham mengenai mazhab, ketika SMP saya hanya diajak seorang teman untuk berguru pada salah satu ustaz untuk merapal bacaan yang kemudian jika dipakai berkelahi bisa menerbangkan lawan.

Ada juga yang dengan membeli Isim (yang berbentuk semacam kain dengan rajah tertentu). Na’udzubillah. untung saya dilarang dulu oleh eyang saya.  Itu syirik,''  kata beliau.

Berbicara tentang Mazhab Safi’i, mari mengenal Imam Safi’i. Nama aslinya adalah Imam Syafi’i adalah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin As Saib bin Ubaid bin Abdi Yazid bin Hasyim bin Al Muththalib bin Abdi Manaf. Gelar atau kunyah beliau adalah Abu Abdillah.

Biasanya orang Arab jika menulis nama mendahulukan gelar dari pada nama, sehingga disebut Abu Abdillah Muhammad bin Idris. Beliau lahir di Gaza, bagian selatan Palestina, pada tahun 150 Hijriyah, pertengahan abad kedua hijriyah.

Sebagian ahli sejarah mengatakan Imam Safi'i lahir di Asqalan, tetapi kedua perkataan itu tidaklah berbeda karena Gaza dahulunya adalah daerah Asqalan. Kampung halaman Imam Syafi’i bukan di Gaza (Palestina) tapi di Mekkah (Hijaz). Kedua orang tua beliau datang ke Gaza untuk sebuah keperluan, dan tidak lama beliau lahir di situ.

Sewaktu Imam Syafi’i masih dalam kandungan, sang Bunda bermimpi bahwa sebuah bintang telah keluar dari perutnya dan terus naik membumbung tinggi, kemudian bintang itu berhamburan dan berserak menerangi daerah-daerah di sekelilingnya.

Ahli mimpi pada saat itu memaknai mimpi itu bahwa ia akan melahirkan seorang putra yang ilmunya meliputi seluruh jagat. Dan sekarang telah menjadi kenyataan bahwa ilmu Imam Syafi’i memang memenuhi dunia, bukan saja di tanah Arab, timur tengah dan Afrika, tetapi juga sampai kearah timur jauh, ke Indonesia, Malaysia, Thailand, Philipina dan lainnya.

Beliau dilahirkan pada tahun 150 H. Pada tahun itu pula, Abu Hanifah wafat sehingga dikomentari oleh Al Hakim sebagai isyarat bahwa beliau adalah pengganti Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit seorang ulama di Baghdad (Pencetus Madzhab Hanafi).

                                                              ****

Nasab Imam Syafi’i adalah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin as-Saib bin Ubaid bin Abdi Yazid bin Hasyim bin al-Muththalib bin Abdi Manaf bin Qushay. Abdul Manaf bin Qushay yang menjadi kakek ke-9 Imam Syafi’i adalah Abdul Manaf bin Qushay yang juga menjadi kakek ke-4 Nabi Muhammad SAW. Gelar “Asy Syafi’i” dari Imam Syafi’i rahimahullah diambil dari kakek ke-4 beliau yaitu Syafi’i bin Saib.

Karena kesibukannya berdakwah dan menebar ilmu, beliau menderita penyakit bawasir yang selalu mengeluarkan darah. Makin lama penyakitnya itu bertambah parah hingga akhirnya beliau wafat karenanya. Beliau wafat pada malam Jumat setelah shalat Isya’ hari terakhir bulan Rajab permulaan tahun 204 dalam usia 54 tahun. Semoga Allah memberikan kepadanya rahmat-Nya yang luas.

Ar-Rabi menyampaikan bahwa dia bermimpi melihat Imam Syafi’i, sesudah wafatnya. Dia berkata kepada beliau, “Apa yang telah diperbuat Allah kepadamu, wahai Abu Abdillah?”

Beliau menjawab, “Allah mendudukkan aku di atas sebuah kursi emas dan menaburkan pada diriku mutiara-mutiara yang halus.”

Sekalipun beliau hanya hidup selama setengah abad dan kesibukannya melakukan perjalanan jauh untuk mencari ilmu, hal itu tidaklah menghalanginya untuk menulis banyak kitab. Jumlahnya menurut Ibnu Zulaq mencapai 200 bagian, sedangkan menurut al-Marwaziy mencapai 113 kitab tentang tafsir, fiqih adab dan lain-lain.

Yaqut Al Hamawi mengatakan jumlahnya mencapai 174 kitab yang judul-judulnya disebutkan oleh Ibnu An Nadim dalam Al Fahrasat. Yang paling terkenal di antara kitab-kitabnya adalah I, yang terdiri dari 4 jilid berisi 128 masalah, dan Ar Risalah Al Jadidah (yang telah direvisinya) mengenai Al qran dan As Sunnah serta kedudukannya dalam syariat.

Begitulah kisah singkat beliau, dalam beberapa sumber kitab Manhaj Aqidah Imam Asy Syafi’i dikisahkan perjuangannya dalam menegakkan fiqih. Banyak murid-murid beliau yang menjadi para ulama, sebagaimana bintang terang yang berserakan cahayanya, salah satunya Imam Bukhari.

Salah seorang  guru fikih Syafi’i Imam Bukhari  adalah Imam Al Humaidi, sahabat Imam Syafi’i yang belajar fiqkh kepada Imam Syafi’i ketika berada di Makkah. Beliau  juga belajar fikih dan Hadis kepada  Za’farani, Abu Thur dan Al Karabisi, ketiganya adalah murid Imam Syafi’i.

Ada beberapa  nasihat Imam Syafi’i yang sangat cocok dengan kondisi saat ini.  “Lawanlah nafsu bicara dengan diam, hadapilah soal pelik dengan tafakur. Berpikir cermat berarti selamat, penyesalan dan keinsyafan menyebabkan kita menjadi waspada, musyawarah dengan orang-orang budiman akan memperkuat keyakinan”.

Dikatakan pula oleh beliau bahwa keutamaan itu ada empat yaitu (1) kebijaksanaan yang berpokok pada tafakur, (2) kesopanan yang berpokok pada penahanan nafsu, (3) kekuatan yang berpokok pada kekuatan yang sehat dan (4) keadilan yang berpokok pada keseimbangan jiwa.

Subhanallah apa jadinya kita, jika tanpa perjuangan mereka para Imam. Alhamdulillah ilmu mereka bagaikan payung yang menaungi kita dari hujan kejahilan sampai saat ini. Baarakallahu fiikum

Tidaklah lebih baik dari yang menulis ataupun yang membaca, karena yang lebih baik di sisi Allah adalah yang mengamalkannya.

Ustaz Erick Yusuf: Penggagas iHAQi

@erickyusuf

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement