Ahad 23 Jun 2013 17:34 WIB

Politik Saling Sikut Menguat Jelang 2014

Rep: Muhammad Akbar Wijaya/ Red: Nidia Zuraya
Sejumlah Ketua umum Partai berfoto bersama dengan membawa no urut usai Pengundian nomor urut parpol peserta Pemilu 2014 di Kantor KPU, Jakarta, Senin (14/1).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Sejumlah Ketua umum Partai berfoto bersama dengan membawa no urut usai Pengundian nomor urut parpol peserta Pemilu 2014 di Kantor KPU, Jakarta, Senin (14/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politik saling sikut antarkader satu partai bakal semakin menguat di Pemilu 2014. Situasi ini dipicu sistem proporsional terbuka yang mengharuskan para caleg di satu partai berebut suara di basis yang sama. "Pertarungan tidak lagi antar institusi tapi mengerucut menjadi antarindividu," kata pengamat politik Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti kepada wartawan di Jakarta, Ahad (23/6).

Ray mengatakan saat ini sistem politik Indonesia yang semakin terbuka dan liberal membuat trend persaingan antarkader partai semakin menguat. Mereka bersaing soal penetapan daerah pemilihan (dapil), mekanisme penetapan daftar caleg tetap (DCT), hingga penguasaan infrstruktur partai untuk kepentingan elektoral individu. "Sikut-sikut menjadi hal lumrah dalam kultur politik kita," ujarnya.

Kerasnya kontestasi politik antarkader partai bisa membuahkan hasil positif bagi kehidupan demokrasi mendatang. Pasalnya, kata Ray, masing-masing kader partai akan melakukan seleksi alamiah terhadap lawan-lawan politik mereka yang bermasalah. "Mereka akan saling bongkar keborokan masing-masing. Sehingga di Pemilu 2019 tidak ada lagi bicara kelemahan tapi bicara visi dan misi," kata Ray.

Politisi senior Partai Golkar, Mahadi Sinambela menilai saling sikut dan jegal di politik sebagai hal wajar. Menurutnya hal ini bisa mendorong para politisi mempersiapkan diri sebelum memutuskan terjun ke masyarakat. "Kalau merasa punya kekurangan jangan maju (menjadi caleg)," kata Mahadi.

Mahadi menyatakan kontestasi politik di pemilu bukanlah hal sakral. Pemilu tidak boleh dianggap sebagai satu-satunya jalan mencapai tujuan politik. Menurutnya pensakralan pemilu hanya akan menciptakan penyalahgunaan cara-cara meraih kekuasaan. "Jangan jadikan pemilu hal sakral. Nanti muncul penyalahgunaan money politics," ujarnya.

Mahadi mengakui partainya belum bertransformasi secara utuh menjadi partai rakyat. Masih banyak caleg-caleg Golkar yang mengandalkan elitisme penampilan dan uang untuk meraih kemenangan di pemilu. Padahal, kata Mahadi elitisme penampilan dan uang merupakan faktor utama rusaknya citra Golkar. "Saya mengaku belum berhasil mengubah kultur di Golkar," kata Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga ini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement